Segala puji hanya milik Allah Ta'ala, Dzat yang telah mengaruniakan berbagai kenikmatan kepada kita semua. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga, dan seluruh sahabatnya. Amiin.
Pendahuluan
Bumi beserta isinya yang demikian luas dan besar, tidaklah terwujud begitu saja.Tidaklah langit dan bumi beserta seluruh makhluq yang berada diantara keduanya diciptakan begitu saja alias sia-sia.
"Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui." (Qs. Ad Dukhan: 38-39)
Saudaraku! Tahukah anda bahwa bumi beserta isinya adalah milik anda. Bumi beserta segala isinya adalah karunia Allah untuk anda.
Bila anda adalah seorang yang benar-benar beriman, niscaya anda benar-benar merasakan karunia Allah ini. Di mata anda, bumi beserta isinya ada untuk anda bukan sebaliknya, anda ada untuk bumi beserta isinya.
"Dialah Allah Yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu." (Qs. Al Baqarah: 29)
Imam para ahli tafsir, yaitu Ibnu Jarir At Thabari menafsirkan ayat ini dengan berkata:
"Allah Ta'ala Yang Maha Agung mengabarkan bahwa Ia menciptakan segala yang ada di bumi hanyalah untuk kepentingan umat manusia. Karena bumi beserta isinya berfungsi untuk memenuhi kepentingan umat manusia. Adapun dalam urusan agama, maka bumi beserta isinya merupakan bukti nyata akan ke-Esaan Allah. Sedangkan dalam urusan dunia, maka padanya terdapat sumber-sumber kehidupan dan bekal mereka untuk menjalankan ketataan kepada Allah. Oleh karena itu Allah Ta'ala menegaskan bahwa: Dialah Yang telah menciptakan segala isi bumi demi kepentinganmu." (Tafsir At Thabari 1/426)
Tujuan Hidup Seorang Muslim
Allahu Akbar! Bumi beserta isinya diciptakan demi kemaslahatan kita; umat manusia. Tidakkah anda bertanya: Bumi yang begitu luas, beserta isinya yang begitu beraneka ragam, diciptakan untuk kepentingan saya? Mengapa demikian besar karunia Allah kepada saya?
Saudaraku, ketahuilah bahwa jawaban pertanyaan anda ini hanya ada satu, yaitu yang termaktub pada firman Allah Ta'ala berikut:
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku." (Qs. Az Dzariyat: 56)
Sikap ini tentu berbeda dengan sikap sebagian kita yang silau oleh gemerlap kehidupan dunia, hingga mengalahkan akal sehat dan imannya. Perhiasan hidup dunia lebih ia cintai dibanding lainnya, sehingga segala aktifitasnya bertujuan untuk menumpuk keuntungan dunia.
"Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir." (Qs. An Nahl: 107)
Ia mengorbankan jiwa, raga dan bahkan agamanya guna mendapatkan keuntungan dunia. Dunia adalah cita-cita dan tujuan hidupnya, kemewahan harta benda adalah harapan tertingginya:
"Itulah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan (kehidupan) akhirat, maka tidak akan diringankan siksa mereka dan mereka tidak akan ditolong." (Qs. Al Baqarah : 86)
Saudaraku! Mungkin anda akan berkata bahwa anda pasti bahagia dengan harta benda yang melimpah, istana yang megah dan kendaraan yang mewah. Demikianlah persepsi banyak orang, dan demikianlah impian mereka.
Ketahuilah, saudaraku! Sesungguhnya masing-masing kita adalah hamba sahaya bagi rasa cintanya. Bila anda mencintai wanita, maka anda pasti rela untuk mengabdi dan berkorban dengan apa saja demi menuruti keinginan wanita idaman anda. Bila anda adalah pencinta harta benda, maka andapun pasti rela mengorbankan segala yang anda punya demi mendapatkan dan menjaganya. Inilah yang mendasari nenek moyang kita untuk berpetuah: cinta adalah pengorbanan.
Tatkala anda mencintai sesuatu dari apa yang telah saya sebutkan di atas, dan berkorban untuknya, pasti anda meyakini bahwa kebahagiaan anda akan terwujud dengannya. Akan tetapi apakah keyakinan anda ini benar-benar nyata? Coba renungkan baik-baik.
Imam Ibnul Qayyim menjelaskan tentang kaitan kebahagian dengan kecintaan seseorang terhadap hal-hal tersebut: "Barang siapa mencintai sesuatu selain Allah Azza wa Jalla, pasti ia merasakan penderitaan karenanya. Baik ia berhasil mendapatkan hal yang ia cintai atau tidak. Bila ia tidak berhasil mendapatkannya, pasti ia tersiksa dan menderita, Sebesar rasa cintanyalah siksa dan derita yang ia rasakan. Dan bila ia berhasil mendapatkannya, maka sebelum berhasil mendapatkannya ia pasti terlebih dahulu menderita, setelah ia mendapatkannya penderitaanya pun terus berlanjut hingga setelah sesuatu yang ia cintai itu sirna, derita dan penyesalan tetap merudung hidupnya. Dengan demikian, derita dan lara yang menderanya melebihi kesenangan yang berhasil ia rasakan. Dinyatakan oleh seorang penyair:
Tiada manusia yang lebih nestapa dibanding orang yang sedang dirundung asmara. Ia mabuk kepayang karna mengharap manisnya asmara.Tangis dan duka tak kunjung berpisah darinya takut akan perpisahan atau rindu yang slalu melandanya.Ia menangis bila jauh karena rindu kepayang. Ia menangis bila dekat, karna perpisahan yang akan datang menghadang.Panas slalu matanya tatkala berjumpa dan panas slalu matanya karna perpisahan telah menerpa. (Ighatsatul Lahafan 1/39-40)
Demikianlah gambarannya anak manusia yang dilanda asmara dan cinta terhadap sesuatu dari kehidupan dunia.
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (Qs. Ali Imran: 14)
Saudaraku! sudikah kiranya anda aku tunjukkan terhadap cinta yang pasti mendatangkan kebahagiaan yang abadi dan tak akan pernah sirna? Cinta yang pasti mewujudkan kedamaian dan riang gembira sepanjang masa? Walau badai kehidupan datang menerpa, walau cobaan dunia silih berganti, kebahagiaan anda tidak akan lekang karenanya dan juga tak kan pernah padam olehnya.Itulah cinta kepada Allah Ta'ala dan Rasul-Nya.
"Sungguh mengherankan urusan seorang yang beriman, sungguh seluruh urusannya baik, dan hal itu tidak mungkin dimiliki melainkan oleh orang yang beriman. Bila ia ditimpa kesenangan, ia bersyukur, maka kesenangan itu baik baginya. Dan bila ia ditimpa kesusahan, ia bersabar, maka kesusahan itu baik baginya." (Riwayat Muslim)
Cinta kepada Allah yang senantiasa membangkitkan rasa syukur dan kesabaran.
"Sesungguhnya besarnya pahala bersama besarnya ujian, dan sesungguhnya bila Allah Azza wa Jalla bila mencintai suatu kaum, maka Ia akan menguji mereka, barang siapa yang ridha (lapang dada) niscaya ia mendapatkan keridhaan pula, dan barang siapa yang benci, niscaya iapun mendapatkan kebencian." (Riwayat Ahmad, At Tirmizi dan dinyatakan sebagai hadits shahih oleh Al Albani)
Hanya dengan kedua amalan inilah anda akan benar-benar merasakan nimatnya hidup dan indahnya dunia.
Diriwayatkan dari sahabat Anas radhiallahu 'anhu, ia meriwayatkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tiga perangai, barang siapa yang ketiga-tiganya telah terealisasi pada dirinya, niscaya ia merasakan manisnya keimanan: Apabila Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dibanding selain keduanya, ia mencintai orang lain, tidaklah ia mencintainya kecuali karena Allah, dan ia membenci untuk kembali kepada kekufuran, bagaikan kebenciannya bila akan dicampakkan ke dalam kobaran api." (Muttafaqun 'alaih)
Saudaraku! Dalam mengarungi kehidupan dunia ini, anda pasti melalui dua jenis kejadian; yaitu kesenangan atau kesusahan. Agar kedua hal ini tidak merusak kedamaian dan kebahagiaan anda, maka dalam menghadapinya, anda membutuhkan kepada dua hal:
1. Syukur.
2. Kesabaran.
Bila anda sedang mendapatkan karunia dari Allah Ta'ala berupa kesenangan dan kenikmatan, maka dengan bersyukur berarti anda sedang menjaga dan mengupayakannya agar terus bertambah.
Dan ingatlah tatkala Tuhanmu mengumandangkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni'mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (Qs. Ibrahim: 7)
Dan dengan bersabar, berarti ketabahan anda dalam menghindarkan segala hal yang dapat membinasakan kenikmatan anda, serta mewujudkan segala hal yang dapat menjaga keutuhannya.
Bila anda sedang dalam kesusahan, maka anda bersabar untuk tidak berkeluh kesah, karena kesusahan sebenarnya diwujudkan demi kemaslahatan anda. Betapa tidak, anda merasa susah dengan panasnya terik matahari, akan tetapi betapa banyak kemaslahatan yang anda peroleh darinya. Betapa banyak kemaslahatan yang dapat anda petik dari berbagai musibah dan kesusahan lainnya.
Coba renungkan, dengan seksama, pelajaran dan pengalaman berharga dalam hidup anda lebih banyak didapatkan dari kegagalan atau kesusahan yang pernah menimpa anda atau orang lain daripada dari keberhasilan dan kemudahan. Karenanya, dahulu orang-orang tua kita berpetuah: kegagalan adalah awal dari keberhasilan.
Dengan demikian, walaupun awalnya adalah pedih dan susah, akan tetapi akhirnya adalah manis dan keberhasilan, dengan demikian kesusahan dan musibah di dunia dapat berubah menjadi kenikmatan yang patut disyukuri. Oleh karena itu, 'Aisyah mengisahkan kepada kita sikap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam menghadapi dua keadaan ini dengan berkata:
Dahulu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bila mendapatkan sesuatu yang beliau senangi, beliau segera berucap: "Segala puji syukur hanya milik Allah yang atas karunia-Nyalah segala kebaikan dapat terwujud", dan bila mendapatkan sesuatu yang beliau benci, beliau berucap: "Segala puji syukur hanya milik Allah dalam segala keadaan yang menimpa." (Riwayat Ibnu Majah, Ibnu As Sunni, At Thabrani dan dinyatakan sebagai hadits shohih oleh Al Albani)
Dengan senantiasa menyandingkan syukur dan sabar yang merupakan aplikasi langsung dari kecintaan kepada Allah demikian inilah, kebahagian hidup dan kedamaian cinta akan terwujud dalam hidup anda.
Inilah hikmah dijadikannya kecintaan kepada Allah sebagai inti dari seluruh syari'at Isalam, bahkan syari'at seluruh nabi yang pernah diutus ke dunia.
Ibnul Qayyim berkata: "Inti ajaran kitab-kitab Allah Ta'ala yang pernah diturunkan dari yang pertama hingga yang terakhir adalah perintah untuk mencintai Allah dan segala konsekwensinya serta larangan dari mencintai yang menyelisihi kecintaan kepada Allah dan segala yang menjadi konsekwensinya." (Ighatsatul Lahafan 2/133)
Saudaraku! apapun aktifitas dan profesi anda di dunia ini, bila kecintaan kepada Allah telah tumbuh-subur dalam jiwa anda, niscaya anda menjadi ringan hati dalam menjalankan setiap ketataan dan menjauhi setiap kemaksiatan.
"Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah, "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir." (Qs. Ali Imran: 31-32)
Bila kecintaan kepada Allah telah tumbuh subur dalam jiwa anda, maka kecintaan ini akan tercermin pada setiap aktifitas anda:
"Barang siapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah, dan mencegahpun karena Allah, berarti ia telah mencapai kesempurnaan iman." (Riwayat Abu Dawud, At Thabrani dan dinyatakan sebagai hadits shahih oleh Al Albani)
Peranan Cinta Kepada Allah Dalam Kehidupan Pengusaha Muslim
Telah disinggung di atas bahwa kecintaan kepada Allah yang telah tertanam dalam jiwa seorang muslim akan menjadi asas setiap aktifitasnya. Bila dia adalah seorang negarawan, maka kecintaan kepada Allah akan terpancar pada setiap kebijaksanaan dan keputusan yang ia lahirkan. Bila ia adalah seorang petani, maka kecintaan kepada Allah-pun akan terpancar pada kegiatan pertaniannya. Dan bila ia adalah seorang pengusaha alias pedagang, maka perdagangannya pasti mencerminkan akan kecintaanya kepada Allah.
Berikut beberapa cerminan nyata dalam kehidupan seorang pengusaha yang benar-benar mencintai Allah Ta'ala:
CERMINAN PERTAMA: Perniagaannya tidak menjadikannya melalaikan Allah.
Ini adalah cerminan utama seorang yang beriman dan cinta kepada Allah. Perniagaan baginya adalah sarana penunjang untuk melancarkan amalannya berzikir dan beribadah kepada Allah.
"Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan membayarkan zakat. Mereka takut pada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang." (Qs. An Nur: 37)
Ibnu Katsir menafsirkan ayat in dengan berkata: "Mereka tidak disibukkan oleh urusan, perhiasan, kenikmatan dan keuntungan dunia dari mengingat Tuhan mereka yang telah menciptakan dan melimpahkan rizki kepada mereka. Mereka senantiasa sadar bahwa kenikmatan di sisi Allah lebih baik dan berguna dibanding segala kekayan yang ada padanya. Yangd demikian itu karena kekayan yang mereka miliki akan sirna sedangkan kenikmatan di sisi Allah kekal abadi." (Tafsir Ibnu katsir 6/68)
Keuntungan dunia bagi seorang mukmin adalah modal untuk menggapai keuntungan di sisi Allah. Betapa meruginya bila keuntungan dunia digapai dengan mengorbankan keuntungan akhirat.
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-bendamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi." (Qs. Al Munafiqun: 9)
CERMINAN KEDUA: Tujuan perniagaan yang luhur.
Setiap manusia yang berakal sehat pasti memiliki tujuan dari setiap aktifitas yang ia lakukan. Hanya orang yang kurang sempurna akalnya sajalah yang beraktifitas tanpa tujuan yang jelas. Karena perbuatan yang tidak memiliki tujuan yang jelas adalah perbuatan sia-sia. Dan perbuatan yang sia-sia adalah kebiasan orang-orang yang jahil alias bodoh:
Sebagai seorang muslim yang cinta kepada Allah pasti memiliki tujuan-tujuan yang luhur dari setiap perniagaannya. Berikut beberapa tujuan terpuji nan luhur yang seyogyanya dimiliki oleh seorang pengusaha muslim:
1. Dapat hidup layak dan terhormat.
"Wajib atas setiap orang muslim untuk bersedekah." Dikatakan kepada beliau: "Bagaimana bila ia tidak mampu?" Beliau menjawab: "Ia bekerja dengan kedua tangannya, sehingga ia menghasilkan kemanfaatan untuk dirinya sendiri dan (dengannya ia dapat) bersedekah." Dikatakan lagi kepadanya: "Bagaimana bila ia tidak mampu juga?" Beliau menjawab: "Ia dapat membantu orang yang benar-benar dalam kesusahan." Dikatakan lagi kepada beliau: "Bagaimana bila ia tidak mampu juga?" Beliau menjawab: "Ia memerintahkan yang ma'ruf atau kebaikan." Penanya kembali berkata: "Bagaimana bila ia tetap saja tidak (mampu) melakukannya?" Beliau menjawab: "Ia menahan diri dari perbuatan buruk, maka sesungguhnya itu adalah sedekah." (Muttafaqun 'alaih)
Pada suatu hari Al Fudhail bin 'Iyaadh berkata kepada Abdullah bin Al Mubarak: "Engkau menganjurkan kami untuk berzuhud, hidup sederhana, dan hanya mencukupkan diri dengan sedikit harta, sedangkan kami menyaksikanmu terus-menerus berniaga, bagaimana ini?" Abdullah bin Al Mubarak menjawab: "Wahai Abu Ali, sesungguhnya aku melakukan ini semua hanyalah untuk menjaga kehormatan dan harga diriku, dan sebagai bekal untuk menjalankan keta'atan kepada Allah." Mendengar jawaban ini Al Fudhail berkata: "Betapa indahnya hal ini wahai Ibnul Mubarak bila benar-benar dapat terwujud." (Siyar A'alam An Nubala' 8/387).
Saudaraku! bila anda sedikit merenung lalu bertanya kepada diri sendiri? Mengapa saya harus capek-capek bekerja, bating tulang dan peras keringat? Saya kira jawaban pertama yang akan terbetik di benak anda ialah: "Ya agar dapat mencukupi kebutuhan sendiri dan kalo bisa agar dapat makan enak, tidur nyenyak, berpakaian layak dan memiliki tabungan banyak, alias hidup kaya raya."
Saudaraku! tahukah anda bahwa Allah Ta'ala telah menjanjikan hal itu kepada anda bila anda memusatkan perhatian dan pikiran anda pada kecintaan kepada Allah?
"Barang siapa yang pikirannya terpusat pada urusan akhirat, niscaya Allah akan menyatukan urusannya, menjadikan kekayaannya ada pada hatinya, dan kekayaan dunia akan menghampirinya dengan tunduk lagi mudah. Sedangkan barang siapa yang pikirannya terpusat pada urusan dunia, niscaya Allah akan mencerai-beraikan urusannya, kemiskinan selalu berada di depan matanya, dan tidak ada dari kekayaan dunia yang menghampirinya selain yang telah Allah tuliskan untuknya." (Riwayat Al Hannad dalam kitab Az Zuhud dan dinyatakan oleh Al Albani sebagai hadits shahih)
Nuruddin bin Abdul Hadi As Sindy mengomentari hadits ini dengan berkata: "Kesimpulannya, setiap rizqi yang telah dituliskan untuk seorang hamba pasti akan datang menghampirinya. Hanya saja barang siapa yang berjuang membangun kehidupan akhirat, niscaya rizkinya akan menghampirinya dengan begitu mudah. Sedangkan orang yang hanya berpikir mengejar keuntungan dunia, rizkinya hanya akan ia peroleh dengan penuh susah payah. Dengan demikian orang yang berjuang membina kehidupan akhirat berhasil menggabung keuntungan dunia dan akhirat. Sedangkan tujuan utama dari mencari rizki adalah untuk dapat hidup dengan nyaman, dan itu benar-benar berhasil digapai oleh pejuang akhirat. Sedangkan pejuang dunia ditimpa kerugian di dunia dan akhirat, karena selama di dunia ia senantiasa menanggung kesusahan dalam upaya mencari harta. Bila demikian adanya, maka apalah gunanya harta benda bila pemiliknya tidak pernah merasakan kenyamanan?"
2. Memenuhi kebutuhan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya.
Nafkah yang kita berikan kepada anak dan istri serta orang-orang yang menjadi tanggung jawab anda merupakan infak yang paling utama.
"(Perbandingan pahala antara) uang satu dinar yang engkau infakkan di jalan Allah (jihad di jalan Allah), satu dinar yang engkau belanjakan untuk memerdekakan budak, satu dinar yang engkau infakkan kepada orang miskin, dan satu dinar yang engkau infakkan untuk memenuhi kebutuhan keluargamu, yang paling besar pahalanya ialah yang engkau infakkan untuk menafkahi keluargamu." (Riwayat Muslim)
Pada riwayat lain nabi berpesan kepada sahabat Sa'ad bin Abi Waqqaas radhiallahu 'anhu dengan sabdanya:
"Sesungguhnya bila engkau meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya, lebih baik daripada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan miskin dan meminta-minta kepada orang lain. Dan sesungguhnya engkau tidaklah menafkahkan suatu nafkah yang engkau mengharap dengannya keridhaan Allah, melainkan engkau akan diberi pahala karenanya, sampaipun suapan makanan yang engkau suapkan ke mulut istrimu." (Muttafaqun 'alaih)
Sebaliknya, menterlantarkan orang-orang yang wajib anda nafkahi, adalah perbuatan dosa yang sangat besar:
"Cukuplah sebagi dosa (yang akan membinakan-pen) seseorang, bila ia menterlantarkan nafkah orang-orang yang wajib ia nafkahi." (HR. Ahmad, dan Al Baihaqy dan hadits ini diriwayatkan juga oleh Imam Muslim tanpa menyebutkan kisah sebelumnya)
Imam Al Khatthabi menjelaskan: "Hadits ini adalah suatu isyarat bahwa tidak sepantasnya seseorang itu bersedekah dengan hartanya, sehingga menjadikan nafkah keluarganya tidak tercukupi. Bila ia melakukan hal ini, maka bukannya pahala yang ia peroleh, akan tetapi dosa besar yang ia sandang." ('Aunul Ma'bud 5/76)
3. Keuntungan dunia adalah ladang untuk menyemai bekal bagi kehidupan di akhirat.
Sebagai anggota masyarakat, tentunya anda beritikad untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna. Dan diantara bentuk jasa yang dapat anda berikan kepada masyarakat anda ialah dengan banyak-banyak memberikan uluran tangan kepada anggota masyarakat lain yang membutuhkannya
Dengan cara ini kita dapat menjadikan kehidupan dunia sebagai ladang untuk menyemai bekal
"Dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negri di akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari kenikmatan kehidupan dunia, dan berbuatlah baik sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." (Qs. Al Qashash: 77)
"Wajib atas setiap orang muslim untuk bersedekah." Dikatakan kepada beliau: "Bagaimana bila ia tidak mampu?" Beliau menjawab: "Ia bekerja dengan kedua tangannya, sehingga ia menghasilkan kemanfaatan untuk dirinya sendiri dan (dengannya ia dapat) bersedekah." Dikatakan lagi kepadanya: "Bagaiman bila ia tidak mampu juga?" Beliau menjawab: "Ia dapat membantu orang yang benar-benar dalam kesusahan." Dikatakan lagi kepada beliau: "Bagaimana bila ia tidak mampu juga?" Beliau menjawab: "Ia memerintahkan yang ma'ruf atau kebaikan." Penanya kembali berkata: "Bagaimana bila ia tetap saja tidak (mampu) melakukannya?" Beliau menjawab: "Ia menahan diri dari perbuatan buruk, maka sesungguhnya itu adalah sedekah." (Muttafaqun 'alaih)
Pada riwayat lain, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Tidaklah ada seorang muslim yang menanam pepohonan, atau tanaman lalu ada seekor burung atau manusia atau binatang ternak yang memakannya, melainkan apa yang dimakan itu akan menjadi pahala sedekah bagi penanamnya." (Muttafaqun 'alaih)
Penjelasan ini membuktikan kepada anda bahwa begitu pentingnya peranan niat dan seluk-beluknya dalam kehidupan anda. Dahulu sebagian orang bijak menyatakan:
Amal ibadah orang bodoh itu hanya sekedar adat kebiasaan, sedangkan kegiatan rutinitas orang yang berilmu itu adalah ibadah.
Saudaraku! Tidakkah anda merasa tertarik untuk menjadi orang-orang yang berilmu, sehingga apapun aktifitas anda semuanya bermaknakan ibadah? Anda di pasar, di kantor, di pabrik, di ladang di rumah atau di masjid, semuanya bermakna ibadah dan mendatangkan pahala serta keberkahan bagi hidup anda, di dunia dan di akhirat.
Coba anda bayangkan: semasa hidup di dunia anda adalah seorang pengusaha sukses, sehingga hidup kecukupan, kaya raya dan ketika mati dimasukkan ke surga.
Ini adalah sebagian dari makna sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Sebaik-baik harta yang berharga ialah yang dimiliki oleh orang yang sholeh." (Riwayat Imam Ahmad, Ibnu Hibban dan dinyatakan sebagai hadits yang shahih oleh Al Albani)
Kisah berikut adalah gambaran para pengusaha sukses yang beriman dan berilmu: Pada suatu hari sekelompok fakir-miskin dari sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menemui beliau dan mengeluhkan perihal hidup mereka:
"Orang-orang yang kaya raya telah berhasil menggapai kedudukan yang tinggi dan kenikmatan yang kekal abadi." Mendengar keluhan sahabatnya itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya: "Mengapa demikian?" Para sahabat menjawab: "Mereka (orang-orang kaya) menunaikan sholat, sebagaimana kita juga sholat, mereka berpuasa sebagaimana kita berpuasa, dan mereka bersedekah, sedangkan kita tidak mampu untuk bersedekah, mereka memerdekakan budak, sedangkan kami tidak mampu melakukannya." Menanggapi keluha sahabatnya ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidakkah kalian mau aku ajari suatu amalan yang dengannya kalian mampu menyusul orang-orang yang mendahului kalian, mendahului orang-orang yang datang setelah kalian, dan tidak akan ada orang yang melebih keutamaan kalian, selain orang yang turut mengamalkan amalan kalian?" Spontan seluruh sahabat itu menjawab tawaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan berkata: "Tentu kami semua mau ya Rasulullah!" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Betasbih, bertakbir, bertahmidlah setiap kali usai mendirikan sholat sebanyak 33 kali. Tak selang berapa lama, orang-orang fakir-miskin itu kembali menjumpai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan melapor kepada beliau: "Saudara-saudara kita yang kaya raya mengetahui apa yang kami amalkan, lalu merekapun turut mengamalkannya." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada mereka: "Itu adalah kemurahan dari Allah yang dikaruniakan kepada orang-orang yang Ia kehendaki." (Muttafaqun 'alaih)
Demikianlah gambaran lehidupan seorang pengusaha muslim sukses, kaya harta dan pahala. Bagaimana pendapatmu wahai saudaraku? Anda ingin seperti mereka? Selamat mencoba.
Hikmah Bersedekah
Saudaraku, mungkin setelah menyimak pemaparan di atas, anda akan berkata: "Mengapa syari'at Islam menganjurkan umatnya untuk banyak-banyak bersedekah, terlebih-lebih kepada fakir miskin?"
Ketahuilah saudaraku, anjuran bersedekah, terutama kepada fakir dan miskin memiliki banyak hikmah:
Hikmah pertama: Sebagai wujud nyata dari penghargaan atas hak kepemilikan.
Anda pasti telah merasakan betapa lelah dan susah untuk mendapatkan harta benda. Pengorbanan demi pengorbanan anda lakukan demi mendapatkan harta benda, maka Islam mengarahkan agar jerih payah anda ini tidak sia-sia. Islam menghendaki agar anda yang telah bersusah payah benar-benar merasakan kegunaan dan manfaat harta benda anda. Islam menginginkan agar anda benar-benar diuntungkan oleh harta benda anda dan tidak bertambah sengsara setelah mendapatkan harta.
Saudaraku! Pada suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menemui sahabatnya dan bertanya kepada mereka:
"Siapakah yang lebih mencintai harta ahli warisnya dibanding hartanya sendiri?" Spontan seluruh sahabat menjawab pertanyaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan berkata: "Ya Rasulullah, setiap kita pasti lebih mencintai harta bendanya sendiri dibanding harta benda ahli warisnya." Mendengar jawaban sahabatnya ini, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menimpalinya dengan bersabda: "Sesungguhnya harta-bendamu ialah seluruh harta-benda yang telah engkau infakkan, sedangkan harta ahli-warimu ialah seluruh harta-benda yang ia sisakan (tabungkan)." (Riwayat Al Bukhari)
Pada hadits lain Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan fakta umat manusia dengan harta kekayaan mereka:
"Anak keturunan Adam (senantiasa) berkata: Hartaku, hartaku! Apakah engkau wahai anak Adam mendapatkan bagian dari hartamu selain yang engkau makan sehingga engkau habiskan, atau engkau pakai sehingga engkau rusakkan atau yang engkau shadaqohkan sehingga engkau sisakan (untuk kehidupan akhirat)" (Riwayat Muslim)
Saudaraku! Hanya dengan cara inilah anda benar-benar dapat menikmati harta bendamu, maka perbanyaklah infak di jalan-jalan yang dicintai Allah, niscaya anda akan menemukan nikmatnya memiliki harta-benda.
Tidak heran bila anda mendapatkan pada biografi para ulama' dan tokoh zaman dahulu, mereka sangat dermawan dalam urusan sedekah.
Dikisahkan bahwa penghasilan Al Laits bin Saad setiap tahun berkisar antara 20 hingga 25 ribu dinar, walau demikian ia tidak pernah berkewajiban membayar zakat. Bila anda menghitung penghasilannya maka akan anda temukan angka yang sangat besar:
20.000 x 3,75 gram (berat satu dinar) = 75.000 gram atau 75 Kg emas
25.000 x 3,75 gram = 93.750 gram atau 93,75 Kg emas
Bila harga 1 gram emas adalah Rp.100.000,-, maka penghasilan beliau berkisar antara:
7,5 miliar rupiah s/d 9,375 miliar rupiah. Sedemikian besar penghasilan beliau setiap tahun, akan tetapi beliau tidak pernah berkewajiban membayar zakat. Kemanakah uang sebanyak itu ia belanjakan? Semuanya dibelanjakan di jalan-jalan Allah.
Adapun membelanjakan harta benda dengan sesuka-hati, sering kali menjadi sumber petaka dan bencana, sebagaiman yang dialami oleh orang yang membelanjakan hartanya pada khomer, makanan haram, dan perbuatan haram. Berbagai azab Allah Ta'ala baik di dunia atau di akhir berdatangan silih berganti. Sehingga pada akhirnya terbukti bahwa ia tidak dapat menikmati harta kekayaannya, dan hanya petaka serta bencanalah yang ia tunai.
Hikmah kedua: Sebagai upaya melipatgandakan kekayaan.
Bila anda telah menempuh segala cara untuk melipatgandakan harta kekayaan anda dan ternyata tak juga kunjung berhasil, maka masih ada satu jalan yang mungkin belum anda tempuh. Tahukah anda, apa jalan itu? Jalan itu adalah jalan sedekah.
Mengherankan bukan? Mungkin selama ini anda berpikiran bahwa sedekah hanya akan menguras harta kekayaan belaka? Betapa tidak, anda memberi, akan tetapi tidak boleh ada pamprih dari pemberian tersebut.
"Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih." (Qs. Al Insan: 8-9)
Akan tetapi demikianlah fakta dan kenyataannya. Tidak pernah ada orang kaya atau pengusaha yang menjadi rugi atau bangkrut gara-gara sedekah atau zakat. Yang terjadi malah sebaliknya, yang kaya semakin kaya sebagai akibat dari keberkahan sedekahnya.
Anda tidak percaya? Simaklah janji Allah dan rasul-Nya berikut:
"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa." (Qs. Al Baqarah: 276)
Pada ayat lain, Allah Ta'ala berfirman:
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tidap-tiap bulir terdapat seratus biji. Allah melipat gandakan bagi orang yang Ia kehendaki. Dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui." (Qs. Al Baqarah: 261)
"Tidaklah shodaqoh itu akan mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba dengan memaafkan melainkan kemuliaan, dan tidaklah seseorang bertawadhu'/merendahkan diri karena Allah, melainkan Allah akan meninggikannya." (Riwayat Muslim)
Anda tidak percaya? Silahkan dibuktikan, bila anda takut membuktikan, maka silahkan anda menyaksikan buktinya yang banyak anda temui di masyarakat.
CERMINAN KETIGA: Bersikap baik dan tidak melanggar batasan Allah.
Sebagai bagian dari aplikasi keimanan anda kepada Allah Ta'ala Yang Maha Kuasa atas penciptaan dan pengaturan alam semesta, ialah dengan meyakini bahwa Allah-lah yang mengatur dan membagi rizqi hamba-Nya.
"Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Rabbmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan." (Qs. Az Zukhruf: 32)
Saudaraku! Bila Allah Ta'ala telah menentukan jatah rizki anda, maka tidak ada gunanya anda memaksakan diri dengan melanggar syari'at Allah dalam mencari rizki. Bekerja dan berusahalah tanpa harus melalaikan ibadah kepada Allah dan tanpa melanggar syari'at-Nya.
"Janganlah kamu merasa bahwa rizqimu telat datangnya, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga telah datang kepadanya rizqi terakhir (yang telah ditentukan) untuknya, maka tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rizqi, yaitu dengan mengambil yang halal dan meninggalkan yang haram." (Riwayat Ibnu Majah, Abdurrazzaq, Ibnu Hibban, dan Al Hakim, serta dishohihkan oleh Al Albani)
Penutup
Saudaraku, mungkin hitungan harta kekayaan pada zaman sekarang yang begitu besar menjadikan anda tergiur dan lalai akan kehidupan akhirat. Ketahuilah saudaraku, bahwa dunia beserta isinya ini walau nampak di mata kita begitu besar dan berharga, akan tetapi di sisi Allah tidaklah lebih berat bila dibanding sehelai sayap seekor nyamuk.
"Andai dunia ini di sisi Allah senilai sehelai sayap nyamuk, niscaya Allah tidak akan memberi minum kepada orang kafir walau hanya seteguk air." (Riwayat At Tirmizy, Ibnu Majah)
Demikianlah nilai dunia dan segala isinya di sisi Allah. Bila anda telah mengetahui itu, layakkah anda mempertaruhkan segala yang anda miliki demi mendapatkan kehidupan dunia ini?
Bahkan bila anda semakin jauh mengkaji dalil-dalil yang berkaitan dengan dunia, maka anda akan dapatkan bahwa nilai dunia sangat tergantung dengan kecintaan kepada Allah. Apabila suatu bagian dari kehidupan dunia mendukung terwujudnya kecintaan anda kepada Allah, maka hal tersebut menjadi terpuji. Sebaliknya bila malah menjadi penghalang atau menyibukkan anda dari merealisasikan kecintan kepada Allah, maka hal itu menjadi tercela. Oleh karena itu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Dunia itu terlaknat (jauh dari Allah) dan seluruh isinya terlaknat pula, kecuali sesuatu yang dilakukan demi mencari keridhaan Allah Ta'ala." (Riwayat At Thabrani dan dinyatakan sebagai hadits hasan oleh Al Albani)
Pada riwayat lain, beliau bersabda:
"Dunia itu terlaknat (jauh dari Allah) dan seluruh isinya terlaknat pula, kecuali dzikir kepada Allah, atau yang semakna dengannya atau seorang yang berilmu (ulama') atau penuntut ilmu." (Riwayat At Tirmizy, Ibnu Majah dan dinyatakan sebagai hadits shahih oleh Al Albani)
Imam Ibnul Qayyim menjelaskan hadits ini dengan berkata: "Dikarenakan dunia itu tiada harganya di sisi Allah, sampai-sampai lebih remeh dibanding sehelai sayap nyamuk, maka ini adalah bukti bahwa dunia dan seluruh isinya benar-benar jauh dari Allah, dan inilah hakekat dari makna laknat. Allah Yang Maha Suci hanyalah menciptakannya agar menjadi tempat menyemai benih-benih kehidupan akhirat dan sebagai jembatan menuju kepadanya. Pada kehidupan dunia inilah umat manusia mengumpulkan bekal berupa amal ibadah untuk meniti perjalanan menuju ke akhirat. Dengan demikian, tidak ada suatu apapun dari urusan dunia yang dapat mendekatkan manusia dari kehidupan akhirat selain yang mengandung dzikir kepada Allah dan bermuara pada kecintaan-Nya, yaitu ilmu; dengannya anda mengenal, beribadah, berzikir, memuji dan menyanjung Allah. Untuk tujuan inilah Allah menciptakan dunia dan penghuninya, sebagaimana ditegaskan pada firman-Nya:
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku." (Qs. Az Dzariyat: 56)" (Miftah Darissa'adah 1/69-70)
Saudaraku: Pada suatu hari Ibnu As Simaak menemui Harun Ar Rasyid di dalam istananya. Tak berapa lama, Harun Ar Rasyid merasa haus, sehingga iapun segera minta agar diambilkan air minum. Tanpa pikir panjang seorang pelayan segera membawa bejana yang berisi air yang sebelumnya telah didinginkan. Sebelum Harun Ar Rasyid meminum air itu, ia berkata kepada Ibnu As Simaak: "Berilah aku petuah!" Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan Ibnu As Simaak pun segera berkata kepadanya: "Wahai Amirul Mukminin! Berapakah engkau akan menghargai air minum itu bila engkau sedang kehausan dan ternyata aku menghalangimu darinya?" Harun pun menjawab: "Dengan separoh kerajaanku." Selanjutnya Ibnu As Simaak berkata: "Silahkan engkau menikmati air minummu." Dan seusai Harun Ar Rasyid meminum air itu, Ibnu As Simaak kembali bertanya: "Bayangkan andai aku menghalang-halangi air minum yang telah engkau minum untuk keluar dari tubuhmu (menyumbat saluran air senimu), berapakah biaya yang akan engkau keluarkan agar air senimu dapat keluar?" Harun Ar Rasyid pun kembali menjawab: "Sebesar sisa kerajaanku." Mendengar jawaban ini, Ibnu As Simak pun menimpalinya dengan berkata: "Suatu kerajaan yang separohnya dihargai dengan seteguk air, dan sisanya dihargai dengan air seni, tidaklah pantas untuk diperebutkan." Mendengar petuah ini, spontan Harun Ar Rasyid pun menangis tersendu-sendu. (Tarikh At Thobary 6/538 & Al Bidayah wa An Nihayah 10234)
"Ya Allah, limpahkanlah kepada kami kecintaan kepada keimanan dan jadikanlah keimanan itu indah dalam hati kami. Limpahkanlah kepada kami kebencian kepada kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan. Jadikanlah kami termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk. Ya Allah wafatkanlah kami dalam keadaan muslim, dan hidupkanlah kami dalam keadaan muslim, dan kumpulkanlah kami dengan orang-orang sholeh tidak dalam keadaan hina, tidak juga tertimpa fitnah." Amiin.
***
Penulis: Ustadz Muhammad Arifin Badri, M.A.
Artikel www.pengusahamuslim.com