Hasan Al-Banna
Ulama Pendiri Ikhwanul Muslimin
Ulama Pendiri Ikhwanul Muslimin
Dilahirkan di Desa Mahmudiyah kawasan Buhairah, Mesir tahun 1906, sejak kecil Al-Banna sudah menunjukkan tanda-tanda kecemerlangan otak. Di usia 12 tahun, Hasan kecil telah menghafal separuh isi Alquran. Sang ayah, syaikh Ahmad Al-Banna yang ulama fikih dan hadis, terus menerus memotivasinya agar melengkapi hafalannya. Sejak itu ia mendisiplinkan kegiatannya menjadi empat tahap; siang hari digunakan untuk belajar di sekolah, kemudian belajar membuat dan memperbaiki jam bersama orang tuanya hingga sore hari, sore hingga menjelang tidur digunakannya untuk mengulang pelajaran sekolah, sementara membaca dan mengulang hafalan Alquran ia lakukan selesai shalat Shubuh. Maka tak mengherankan bila Al-Banna mencetak berbagai prestasi gemilang di kemudian hari. Pada usia 14 tahun Hasan Al Banna telah menghafal seluruh Alquran.
Al-Banna lulus sekolah dengan predikat terbaik di sekolahnya dan terbaik kelima di seluruh Mesir. Pada usia 16 tahun, ia telah menjadi mahasiswa di Darul Ulum Universitas Kairo. Selain prestasinya di bidang akademik, ia juga memiliki bakat leadership yang cemerlang. Semenjak muda Hasan Al-Banna selalu terpilih menjadi ketua organisasi siswa di sekolahnya. Pada usia 21 tahun, Al-Banna menamatkan studinya di Darul Ulum dan ditunjuk menjadi guru di Isma'iliyah.
Al-Banna sangat prihatin dengan kelakuan koloni Inggris yang memperbudak bangsanya. Masa itu adalah sebuah masa di mana umat Islam sedang mengalami kegoncangan hebat. Kekhalifahan Utsmaniyah (di Turki), sebagai pengayom umat Islam di seluruh dunia mengalami keruntuhan. Umat Islam mengalami kebingungan. Sementara kaum penjajah mempermainkan dunia Islam dengan seenaknya. Bahkan di Turki sendiri, Kemal Attaturk memberangus ajaran Islam di negaranya. Satu di antara penyebab kemunduran umat Islam adalah bahwa umat ini bodoh terhadap ajaran Islam.
Kenyataan demikian yang membuat Al-Banna bergerak riil, khususnya dalam bidang dakwah. Dakwah Al-Banna dimulai dengan menggalang sekelompok orang. Ia lalu berdakwah di kedai-kedai kopi. Hal ini dilakukannya teratur dua minggu sekali. Tak sia-sia, dakwahnya mendapat sambutan luas di kalangan umat Islam Mesir. Tercatat kaum Muslimin mulai dari golongan buruh/petani, usahawan, ilmuwan, ulama, dokter mendukung dakwahnya.
Saat berdakwah, ia lebih suka menyebutkan ''wahai umat manusia'' --yang mengacu pada seluruh umat tanpa memandang perbedaan ras, kebangsaan, bahkan agama-- ketimbang menyeru dengan kata-kata ''wahai bangsa Arab'', atau ''wahai kaum Muslimin''. Bersandar pada nilai-nilai universal, masalah jarak tak lagi jadi kendala. Kecintaannya yang universal pada nilai-nilai kemanusiaan dan komitmennya pada ukhuwah Islamiyah mendorong Hasan Al-Banna mendirikan Komite Solidaritas bagi Kemerdekaan Indonesia. Ia sendiri yang menjadi ketuanya. Ketika udara kebebasan berhasil dihirup bangsa Indonesia, sejumlah tokoh Indonesia pun bersilaturahmi menyampaikan terima kasihnya atas dukungan Al-Banna dan Ikhwanul Muslimin (IM), organisasi pergerakan yang didirikannya. Mereka, antara lain H Agus Salim, Syahrir, Nazir Pamoentjak, Dr HM Rasyidi, dan M Zein Hassan, menemui Hasan Al-Banna di Kairo.
Di Ismailiyah beliau semakin mengerti suasana rakyat Mesir yang telah sempurna rusaknya. Amat nyata perbedaannya antara kehidupan bangsa Mesir yang menjadi pekerja kasar dengan rumah serta perkampungan yang buruk; dengan kehidupan orang-orang kulit putih yang menempati gedung-gedung megah dengan segala keangkuhannya. Kecuali kemiskinan dan kebodohan, rakyat juga banyak yang rusak moralnya Karena pengaruh kehidupan Barat yang sengaja direka oleh kaum penjajah untuk menghancurkan rakyat Mesir dari segi yang lain.
Dalam suasana yang demikian itulah Hasan Al-Bana mendirikan suatu jemaah yang dinamakan “Al-lkhwanul Muslimin” (Persaudaraan orang-orang Muslim) pada bulan Dzul Kaedah 1347 Hijrah (Mac 1928) yang bertujuan untuk mewujudkan cita-cita Sayid Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh. Semangat kedua beliau itulah sebagai rantai yang menyambung kepada cita yang diinginkan oleh Hasan Al-Bana beserta kawan-kawannya di dalam membentuk organisasi tersebut.
Adapun khithah gerakan lkhwanul Muslimin yang menuju cita yang dirodhai Allah berdasarkan Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW itu melalui tahapan yakni:
1. Membentuk peribadi Muslim
2. Membentuk rumahtangga dan keluarga Islam
3. Cara hidup kampung Islam
4. Menuju kepada negeri Islam
5. Menuju kepada pemerintahan Islam.
Gerak Ikhwanul Muslimin meliputi segala bidang dakwah, mulai pendidikan terhadap anak-anak, pelajaran Al-Quran bagi orang dewasa, pendidikan keluarga, bidang sosial walaupun nampaknya sederhana sekalipun, dari kampung-kampung sampai kepada Universitas di kampus-kampus, mulai artikel sampai penerbitan buku dan majalah-majalah, sampai kepada urusan politik dalam amar makruf nahi mungkar, dan sebagainya.
Sampai kepada Muktamar Ikhwanul Muslimin yang ketiga tahun 1934, tampak tokoh-tokoh intelektual dan para ulama terkenal yang menjadi anggota dan pendukung Ikhwan, seperti Syekh Thanthawi Jauhari, seorang ahli tafsir terkenal dan Guru Besar. Kemudian Sayid Quthub, Dr. Abdul Qadir Audah, seorang Hakim terkenal, dan juga Dr. Hasan Al-Hadlaiby, dan sebagainya.
Syeikh Hasan Al-Bana bersama kawan-kawannya tidak mampu berdiam diri menghadapi kekuasaan Raja Farouk yang telah tenggelam dalam kemabukan, rasuah, dan sewenang-wenang. Perbedaan pendapat, perselisihan, dan akhirnya pertentangan dengan penguasa yang aniaya dan dibantu oleh kekejaman penjajah Inggeris tidak dapat dihindarkan.
Tentu saja penyokong Kerajaan bekerja keras untuk dapat mengawasi gerak-gerik para anggota Ikhwanul Muslimin. Kaum Imperialis Inggeris pula di dalam mencelakakan Ikhwanul Muslimin mempunyai peranan yang sangat besar.
Akhirnya pada pagi hari tanggal 13 Februari 1949 beliau memanggil puteranya. Kemudian beliau bercerita kepada puteranya itu bahwa semalam beliau bermimpi merasa dikunjungi Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Ali bin Abi Thalib berkata kepada beliau: “Wahai Hasan, kamu telah menunaikan kewajiban, semoga amalmu diterima oleh Allah.”
Kemudian pada petang harinya, beliau meninggalkan rumah bersama kawan-kawan seperjuangan pergi menunaikan tugas. Tiba-tiba beliau ditembak oleh seorang anggota Polis kakitangan Raja Farouk, dan tersungkurlah beliau di tepi jalan Kairo, dan beliau menemui syahidnya setelah sampai di hospital.
Beliau meninggal dunia karena ditembak di pinggir jalan raya, dan tidak diketahui siapa pembunuhnya.
Jenazah beliau hanya disolatkan oleh ayah beliau sebagai Imam dan anak lelaki beliau sebagai makmum. Hanya dua orang. Karena di sekeliling rumah beliau dijaga ketat oleh laskar negara untuk melarang siapapun masuk rumahnya memberikan penghormatan terakhir kepada beliau.
Al-Banna lulus sekolah dengan predikat terbaik di sekolahnya dan terbaik kelima di seluruh Mesir. Pada usia 16 tahun, ia telah menjadi mahasiswa di Darul Ulum Universitas Kairo. Selain prestasinya di bidang akademik, ia juga memiliki bakat leadership yang cemerlang. Semenjak muda Hasan Al-Banna selalu terpilih menjadi ketua organisasi siswa di sekolahnya. Pada usia 21 tahun, Al-Banna menamatkan studinya di Darul Ulum dan ditunjuk menjadi guru di Isma'iliyah.
Al-Banna sangat prihatin dengan kelakuan koloni Inggris yang memperbudak bangsanya. Masa itu adalah sebuah masa di mana umat Islam sedang mengalami kegoncangan hebat. Kekhalifahan Utsmaniyah (di Turki), sebagai pengayom umat Islam di seluruh dunia mengalami keruntuhan. Umat Islam mengalami kebingungan. Sementara kaum penjajah mempermainkan dunia Islam dengan seenaknya. Bahkan di Turki sendiri, Kemal Attaturk memberangus ajaran Islam di negaranya. Satu di antara penyebab kemunduran umat Islam adalah bahwa umat ini bodoh terhadap ajaran Islam.
Kenyataan demikian yang membuat Al-Banna bergerak riil, khususnya dalam bidang dakwah. Dakwah Al-Banna dimulai dengan menggalang sekelompok orang. Ia lalu berdakwah di kedai-kedai kopi. Hal ini dilakukannya teratur dua minggu sekali. Tak sia-sia, dakwahnya mendapat sambutan luas di kalangan umat Islam Mesir. Tercatat kaum Muslimin mulai dari golongan buruh/petani, usahawan, ilmuwan, ulama, dokter mendukung dakwahnya.
Saat berdakwah, ia lebih suka menyebutkan ''wahai umat manusia'' --yang mengacu pada seluruh umat tanpa memandang perbedaan ras, kebangsaan, bahkan agama-- ketimbang menyeru dengan kata-kata ''wahai bangsa Arab'', atau ''wahai kaum Muslimin''. Bersandar pada nilai-nilai universal, masalah jarak tak lagi jadi kendala. Kecintaannya yang universal pada nilai-nilai kemanusiaan dan komitmennya pada ukhuwah Islamiyah mendorong Hasan Al-Banna mendirikan Komite Solidaritas bagi Kemerdekaan Indonesia. Ia sendiri yang menjadi ketuanya. Ketika udara kebebasan berhasil dihirup bangsa Indonesia, sejumlah tokoh Indonesia pun bersilaturahmi menyampaikan terima kasihnya atas dukungan Al-Banna dan Ikhwanul Muslimin (IM), organisasi pergerakan yang didirikannya. Mereka, antara lain H Agus Salim, Syahrir, Nazir Pamoentjak, Dr HM Rasyidi, dan M Zein Hassan, menemui Hasan Al-Banna di Kairo.
Di Ismailiyah beliau semakin mengerti suasana rakyat Mesir yang telah sempurna rusaknya. Amat nyata perbedaannya antara kehidupan bangsa Mesir yang menjadi pekerja kasar dengan rumah serta perkampungan yang buruk; dengan kehidupan orang-orang kulit putih yang menempati gedung-gedung megah dengan segala keangkuhannya. Kecuali kemiskinan dan kebodohan, rakyat juga banyak yang rusak moralnya Karena pengaruh kehidupan Barat yang sengaja direka oleh kaum penjajah untuk menghancurkan rakyat Mesir dari segi yang lain.
Dalam suasana yang demikian itulah Hasan Al-Bana mendirikan suatu jemaah yang dinamakan “Al-lkhwanul Muslimin” (Persaudaraan orang-orang Muslim) pada bulan Dzul Kaedah 1347 Hijrah (Mac 1928) yang bertujuan untuk mewujudkan cita-cita Sayid Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh. Semangat kedua beliau itulah sebagai rantai yang menyambung kepada cita yang diinginkan oleh Hasan Al-Bana beserta kawan-kawannya di dalam membentuk organisasi tersebut.
Adapun khithah gerakan lkhwanul Muslimin yang menuju cita yang dirodhai Allah berdasarkan Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW itu melalui tahapan yakni:
1. Membentuk peribadi Muslim
2. Membentuk rumahtangga dan keluarga Islam
3. Cara hidup kampung Islam
4. Menuju kepada negeri Islam
5. Menuju kepada pemerintahan Islam.
Gerak Ikhwanul Muslimin meliputi segala bidang dakwah, mulai pendidikan terhadap anak-anak, pelajaran Al-Quran bagi orang dewasa, pendidikan keluarga, bidang sosial walaupun nampaknya sederhana sekalipun, dari kampung-kampung sampai kepada Universitas di kampus-kampus, mulai artikel sampai penerbitan buku dan majalah-majalah, sampai kepada urusan politik dalam amar makruf nahi mungkar, dan sebagainya.
Sampai kepada Muktamar Ikhwanul Muslimin yang ketiga tahun 1934, tampak tokoh-tokoh intelektual dan para ulama terkenal yang menjadi anggota dan pendukung Ikhwan, seperti Syekh Thanthawi Jauhari, seorang ahli tafsir terkenal dan Guru Besar. Kemudian Sayid Quthub, Dr. Abdul Qadir Audah, seorang Hakim terkenal, dan juga Dr. Hasan Al-Hadlaiby, dan sebagainya.
Syeikh Hasan Al-Bana bersama kawan-kawannya tidak mampu berdiam diri menghadapi kekuasaan Raja Farouk yang telah tenggelam dalam kemabukan, rasuah, dan sewenang-wenang. Perbedaan pendapat, perselisihan, dan akhirnya pertentangan dengan penguasa yang aniaya dan dibantu oleh kekejaman penjajah Inggeris tidak dapat dihindarkan.
Tentu saja penyokong Kerajaan bekerja keras untuk dapat mengawasi gerak-gerik para anggota Ikhwanul Muslimin. Kaum Imperialis Inggeris pula di dalam mencelakakan Ikhwanul Muslimin mempunyai peranan yang sangat besar.
Akhirnya pada pagi hari tanggal 13 Februari 1949 beliau memanggil puteranya. Kemudian beliau bercerita kepada puteranya itu bahwa semalam beliau bermimpi merasa dikunjungi Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Ali bin Abi Thalib berkata kepada beliau: “Wahai Hasan, kamu telah menunaikan kewajiban, semoga amalmu diterima oleh Allah.”
Kemudian pada petang harinya, beliau meninggalkan rumah bersama kawan-kawan seperjuangan pergi menunaikan tugas. Tiba-tiba beliau ditembak oleh seorang anggota Polis kakitangan Raja Farouk, dan tersungkurlah beliau di tepi jalan Kairo, dan beliau menemui syahidnya setelah sampai di hospital.
Beliau meninggal dunia karena ditembak di pinggir jalan raya, dan tidak diketahui siapa pembunuhnya.
Jenazah beliau hanya disolatkan oleh ayah beliau sebagai Imam dan anak lelaki beliau sebagai makmum. Hanya dua orang. Karena di sekeliling rumah beliau dijaga ketat oleh laskar negara untuk melarang siapapun masuk rumahnya memberikan penghormatan terakhir kepada beliau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar