Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya perumpamaan teman yang shalih dengan teman yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. Seorang penjual minyak wangi bisa memberimu atau kamu membeli darinya, atau kamu bisa mendapatkan wanginya. Dan seorang pandai besi bisa membuat pakaianmu terbakar, atau kamu mendapat baunya yang tidak sedap."
[Hadits Shahih, riwayat Bukhari (no. 5534), Muslim (no. 2638), Ahmad (no. 19163)]
Kebutuhan manusia akan lingkungan yang baik, laksana kebutuhan tanaman akan tanah yang subur. Manakala tanah itu bagus, cukup kandungan unsur haranya, suhunya cocok, dan airnya cukup, maka tanaman tersebut akan bersemi, tumbuh berkembang dan berbuah sesuai dengan yang diharapkan. Namun, manakala tanah tersebut kering dan tandus, suhunya tidak cocok, dan airnya tidak cukup, maka tanaman tersebut tidak akan berkembang dengan baik, dan sangat memungkinkan bahwa tanaman tersebut akan sakit atau bahkan mati.
Sebagaimana tanaman yang harus ditempatkan dalam tanah yang baik, maka dalam hubungan pertemanan pun, hendaklah kita mencari teman yang shalih yang dapat mendukung kita untuk selalu istiqomah dalam kebaikan dan keta’atan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Sehingga dengan adanya teman-teman yang ‘bergizi’ baik, keimanan kita akan tetap terjaga. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan sabarkanlah dirimu beserta orang-orang yang menyeru Rabbnya di waktu pagi dan petang dengan mengharap keridhaan-Nya, dan janganlah kamu palingkan wajahmu dari mereka hanya karena kamu menghendaki perhiasan dunia, dan janganlah kamu ikuti orang-orang yang telah Kami lalaikan hatinya dari mengingat Kami, dan menuruti hawa nafsunya, dan adalah keadaannya sangat melewati batas.” (QS. Al-Kahfi: 28)
Allah Al-Malikul Quddus menciptakan manusia dalam keadaan lemah, jahil, tergesa-gesa, dan mudah berkeluh kesah. Manusia adalah makhluk sosial yang sangat memerlukan bantuan orang lain. Dalam memenuhi kebutuhannya, ia mesti berinteraksi dengan orang lain, padahal karakter manusia berbeda-beda, sehingga sangat wajar dan pantas tatkala ia berbaur dengan masyarakat banyak, maka ia harus menyesuaikan diri dengan adat istiadat orang setempat, dan sudah lumrah andai kata ia menjadi mudah terpengaruh oleh suasana dan keadaan di sekelilingnya.
Maka, Allah Ta’ala memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk senantiasa berkumpul dengan orang-orang yang shalih demi terjaganya keimanan mereka, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan hendaklah kalian bersama para shadiqin.” (QS. At-Taubah: 119)
Dalam ayat diatas Allah Ta’ala tidak mencukupkan dengan menyuruh orang-orang yang beriman untuk bertakwa saja kepada-Nya, tetapi juga Dia memerintahkan mereka untuk senantiasa menyertai orang-orang yang jujus sebagai sarana untuk melestarikan keimanan dan ketakwaan mereka kepada Allah.
Habibullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Seseorang itu tergantung kepada agama teman dekatnya, maka hendaklah salah seorang diantara kalian melihat siapa yang dijadikan teman karibnya.”
[Hadits hasan, riwayat Tirmidzi (no. 2387), Ahmad (no. 8212), dan Abu Dawud (no. 4833)]
Siapa Teman Karibmu?
Tidak semua orang layak dan patut untuk dijadikan teman karib. Teman karib yang baik haruslah memiliki kriteria yang dapat menunjang langgengnya persahabatan. Dan persahabatan yang paling bermanfaat adalah persahabatan yang dilandasi karena kecintaan yang sangat besar kepada Allah dan semangat untuk meraih Surga-Nya yang tidak gratis.
Teman karib yang engkau pilih haruslah memiliki lima kriteria sebagai berikut:
1. Orang yang berakal. Karena akal dan kepandaian merupakan modal utama. Tidak ada kebaikan bergaul dengan orang yang jahil, karena bisa saja dia hendak memberikan manfaat kepadamu, tapi justru malah memberi mudharat. Yang dimaksudkan berakal disini adalah orang yang mengetahui segala urusan sesuai dengan proporsinya. Dia dapat memahaminya sendiri atau dengan bantuan orang lain.
2. Baik akhlaknya. Ini merupakan suatu keharusan. Karena berakalnya seseorang belum sempurna bila tidak dibarengi dengan akhlak yang baik, dimana dia lebih mudah dikuasai oleh amarah dan nafsunya, sehingga tidak ada manfaatnya untuk berteman dengannya.
3. Bukan orang fasik. Orang fasik tidak memiliki rasa takut kepada Allah Ta’ala, dan orang seperti ini tidak dapat dipercaya dan kita tidak akan aman dari tipu dayanya. Allahul musta’an.
4. Bukan ahli bid’ah. Persahabatan dengan seorang ahli bid’ah harus dihindari karena bid’ah yang dilakukannya. Abu Hafs Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu pernah berkata: “Hendaklah engkau mencari rekan-rekan yang jujur, niscaya engkau akan hidup aman dalam lindungannya. Mereka merupakan hiasan saat gembira dan hiburan saat berduka. Letakkan urusan saudaramu pada tempat yang paling baik hingga dia datang kepadamu untuk mengambil apa yang dititipkannya kepadamu. Hindarilah musuhmu dan waspadailah temanmu, kecuali orang yang dapat dipercaya. Tidak ada orang yang dapat dipercaya, kecuali orang yang takut kepada Allah. Janganlah engkau berteman dengan orang yang keji, karena engkau bisa belajar dari kefasikannya. Jangan engkau bocorkan rahasiamu kepadanya dan mintalah pendapat dalam menghadapi masalahmu kepada orang-orang yang takut kepada Allah.”
5. Tidak serakah terhadap dunia. Dia menthalaq dunia dan takut terhadap fitnah-fitnah yang dapat timbul akibat kecintaan yang berlebih terhadap dunia.
Penuhilah Hak-Hak Temanmu
Dan dalam menjalin sebuah pertemanan, terdapat beberapa hak seorang teman yang harus dipenuhi agar pertemanannya selalu terjalin dengan baik:
a. Memenuhi kebutuhan temannya. Dan dalam memenuhi kebutuhan temannya ini dapat dilakukan ketika ia diminta dan ia mampu untuk memenuhinya; dia memenuhi kebutuhan temannya tanpa menunggu diminta; atau lebih mengutamakan untuk memenuhi kebutuhan temannya daripada kebutuhannya sendiri. Di antara bentuk memenuhi kebutuhan seorang teman adalah datang apabila dia mengundang dan menjenguknya apabila dia sakit.
b. Menahan lidah di saat-saat tertentu. Menahan lidah atas seorang teman adalah tidak menyebutkan aibnya kepada siapa pun juga, baik ketika yang bersangkutan hadir bersamanya atau pun tidak; tidak menanyakan hal-hal yang temannya itu tidak suka untuk mengatakannya; tidak membeberkan rahasianya kepada siapa pun juga, termasuk orang-orang terdekat; tidak menjelek-jelekkannya; dan menahan lisan dari menceritakan celaan orang terhadapnya kepadanya.
c. Janganlah mengatakan hal-hal yang tidak disukainya, kecuali hal-hal yang memang harus dikatakan dalam urusan amar ma’ruf nahi munkar, sebab tidak ada keringanan untuk diam dalam hal ini.
d. Hindarilah su’uzhan (buruk sangka) terhadap teman dan tafsirkanlah perbuatannya dengan husnuzhan (baik sangka) sebisa mungkin. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Jauhilah prasangka karena prasangka itu melupakan pekerjaan yang paling dusta.”
[Hadits shahih, riwayat Bukhari (no. 6064) dan Muslim (no. 2563)]
e. Katakanlah kecintaanmu kepada temanmu. Tunjukkanlah kecintaanmu kepadanya lewat lisanmu, sebagaimana sabda Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Jika salah seorang diantara kalian mencintai saudaranya, maka hendaklah ia menyatakannya kepada saudaranya.”
[Hadits riwayat Tirmidzi dan Abu Dawud]
Dan di antara cara menunjukkan kecintaan kepadanya ialah memanggilnya dengan sebutan yang paling disukainya. Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata: “Tiga perkara yang engkau bisa menunjukkan cintamu dengannya: memberi salam jika engkau berjumpa dengannya, memberinya tempat duduk, dan memanggilnya dengan sebutan yang paling dia sukai.”
f. Melindungi kehormatan temannya dan menolongnya ketika dia ditimpa musibah.
g. Nasihatilah temanmu dengan lemah lembut dan tutur kata yang halus ketika dia berbuat salah atau keliru, karena setiap manusia tidak lepas dari lupa dan salah.
h. Do’akan temanmu sewaktu hidupnya dan setelah matinya. Mendo’akannya seperti engkau berdo’a untuk dirimu sendiri. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:
“Do’a seorang Muslim bagi saudaranya yang tidak berada dihadapannya dikabulkan. Di sisinya ada seorang malaikat yang diwakilkan. Setiap kali dia mendo’akan suatu kebaikan bagi saudaranya, maka malaikat yang diwakilkan itu menjawab ‘Amin, dan bagimu seperti itu pula.’” (Hadits riwayat Muslim)
i. Janganlah membebani temanmu, tapi ringanlah ia. Jadilah orang yang selalu mendatangkan kegembiraan untuknya dengan membebaskannya dari semua beban dan pikiran. Lapangkan hatinya dengan memberinya semangat dan hibur dirinya ketika sedang tertimpa musibah. Dan bersikaplah tawadhu’ kepadanya.
Maka, dapat kita simpulkan bahwa teman karib yang paling baik adalah seorang mukmin, karena dengannyalah kita akan tetap istiqomah dalam meniti jalan sunnah. Sebagaimana telah diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Janganlah engkau berteman kecuali dengan seorang mukmin.”
[Hadits hasan, riwayat Abu Dawud (IV/4832) dan Tirmidzi (IV/2395)]
Demikian yaa ayyuhal ikhwah, mari kita jalin pertemanan yang dilandasi karena kecintaan kepada Allah dan semangat untuk meningkatkan keimanan dan takwa kepada Allah. Karena dua orang yang berkasih sayang karena Allah akan berakhir dengan kecintaan Allah kepada mereka.
Yaa Allah, cintakan hati kami kepada orang-orang shalih dan kumpulkan kami beserta mereka di dunia dalam keridhaan-Mu dan di akhirat dalam Surga-Mu. Amiin...
sumber : http://ibnuismailbinibrahim.blogspot.com/
"Sesungguhnya perumpamaan teman yang shalih dengan teman yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. Seorang penjual minyak wangi bisa memberimu atau kamu membeli darinya, atau kamu bisa mendapatkan wanginya. Dan seorang pandai besi bisa membuat pakaianmu terbakar, atau kamu mendapat baunya yang tidak sedap."
[Hadits Shahih, riwayat Bukhari (no. 5534), Muslim (no. 2638), Ahmad (no. 19163)]
Kebutuhan manusia akan lingkungan yang baik, laksana kebutuhan tanaman akan tanah yang subur. Manakala tanah itu bagus, cukup kandungan unsur haranya, suhunya cocok, dan airnya cukup, maka tanaman tersebut akan bersemi, tumbuh berkembang dan berbuah sesuai dengan yang diharapkan. Namun, manakala tanah tersebut kering dan tandus, suhunya tidak cocok, dan airnya tidak cukup, maka tanaman tersebut tidak akan berkembang dengan baik, dan sangat memungkinkan bahwa tanaman tersebut akan sakit atau bahkan mati.
Sebagaimana tanaman yang harus ditempatkan dalam tanah yang baik, maka dalam hubungan pertemanan pun, hendaklah kita mencari teman yang shalih yang dapat mendukung kita untuk selalu istiqomah dalam kebaikan dan keta’atan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Sehingga dengan adanya teman-teman yang ‘bergizi’ baik, keimanan kita akan tetap terjaga. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan sabarkanlah dirimu beserta orang-orang yang menyeru Rabbnya di waktu pagi dan petang dengan mengharap keridhaan-Nya, dan janganlah kamu palingkan wajahmu dari mereka hanya karena kamu menghendaki perhiasan dunia, dan janganlah kamu ikuti orang-orang yang telah Kami lalaikan hatinya dari mengingat Kami, dan menuruti hawa nafsunya, dan adalah keadaannya sangat melewati batas.” (QS. Al-Kahfi: 28)
Allah Al-Malikul Quddus menciptakan manusia dalam keadaan lemah, jahil, tergesa-gesa, dan mudah berkeluh kesah. Manusia adalah makhluk sosial yang sangat memerlukan bantuan orang lain. Dalam memenuhi kebutuhannya, ia mesti berinteraksi dengan orang lain, padahal karakter manusia berbeda-beda, sehingga sangat wajar dan pantas tatkala ia berbaur dengan masyarakat banyak, maka ia harus menyesuaikan diri dengan adat istiadat orang setempat, dan sudah lumrah andai kata ia menjadi mudah terpengaruh oleh suasana dan keadaan di sekelilingnya.
Maka, Allah Ta’ala memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk senantiasa berkumpul dengan orang-orang yang shalih demi terjaganya keimanan mereka, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan hendaklah kalian bersama para shadiqin.” (QS. At-Taubah: 119)
Dalam ayat diatas Allah Ta’ala tidak mencukupkan dengan menyuruh orang-orang yang beriman untuk bertakwa saja kepada-Nya, tetapi juga Dia memerintahkan mereka untuk senantiasa menyertai orang-orang yang jujus sebagai sarana untuk melestarikan keimanan dan ketakwaan mereka kepada Allah.
Habibullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Seseorang itu tergantung kepada agama teman dekatnya, maka hendaklah salah seorang diantara kalian melihat siapa yang dijadikan teman karibnya.”
[Hadits hasan, riwayat Tirmidzi (no. 2387), Ahmad (no. 8212), dan Abu Dawud (no. 4833)]
Siapa Teman Karibmu?
Tidak semua orang layak dan patut untuk dijadikan teman karib. Teman karib yang baik haruslah memiliki kriteria yang dapat menunjang langgengnya persahabatan. Dan persahabatan yang paling bermanfaat adalah persahabatan yang dilandasi karena kecintaan yang sangat besar kepada Allah dan semangat untuk meraih Surga-Nya yang tidak gratis.
Teman karib yang engkau pilih haruslah memiliki lima kriteria sebagai berikut:
1. Orang yang berakal. Karena akal dan kepandaian merupakan modal utama. Tidak ada kebaikan bergaul dengan orang yang jahil, karena bisa saja dia hendak memberikan manfaat kepadamu, tapi justru malah memberi mudharat. Yang dimaksudkan berakal disini adalah orang yang mengetahui segala urusan sesuai dengan proporsinya. Dia dapat memahaminya sendiri atau dengan bantuan orang lain.
2. Baik akhlaknya. Ini merupakan suatu keharusan. Karena berakalnya seseorang belum sempurna bila tidak dibarengi dengan akhlak yang baik, dimana dia lebih mudah dikuasai oleh amarah dan nafsunya, sehingga tidak ada manfaatnya untuk berteman dengannya.
3. Bukan orang fasik. Orang fasik tidak memiliki rasa takut kepada Allah Ta’ala, dan orang seperti ini tidak dapat dipercaya dan kita tidak akan aman dari tipu dayanya. Allahul musta’an.
4. Bukan ahli bid’ah. Persahabatan dengan seorang ahli bid’ah harus dihindari karena bid’ah yang dilakukannya. Abu Hafs Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu pernah berkata: “Hendaklah engkau mencari rekan-rekan yang jujur, niscaya engkau akan hidup aman dalam lindungannya. Mereka merupakan hiasan saat gembira dan hiburan saat berduka. Letakkan urusan saudaramu pada tempat yang paling baik hingga dia datang kepadamu untuk mengambil apa yang dititipkannya kepadamu. Hindarilah musuhmu dan waspadailah temanmu, kecuali orang yang dapat dipercaya. Tidak ada orang yang dapat dipercaya, kecuali orang yang takut kepada Allah. Janganlah engkau berteman dengan orang yang keji, karena engkau bisa belajar dari kefasikannya. Jangan engkau bocorkan rahasiamu kepadanya dan mintalah pendapat dalam menghadapi masalahmu kepada orang-orang yang takut kepada Allah.”
5. Tidak serakah terhadap dunia. Dia menthalaq dunia dan takut terhadap fitnah-fitnah yang dapat timbul akibat kecintaan yang berlebih terhadap dunia.
Penuhilah Hak-Hak Temanmu
Dan dalam menjalin sebuah pertemanan, terdapat beberapa hak seorang teman yang harus dipenuhi agar pertemanannya selalu terjalin dengan baik:
a. Memenuhi kebutuhan temannya. Dan dalam memenuhi kebutuhan temannya ini dapat dilakukan ketika ia diminta dan ia mampu untuk memenuhinya; dia memenuhi kebutuhan temannya tanpa menunggu diminta; atau lebih mengutamakan untuk memenuhi kebutuhan temannya daripada kebutuhannya sendiri. Di antara bentuk memenuhi kebutuhan seorang teman adalah datang apabila dia mengundang dan menjenguknya apabila dia sakit.
b. Menahan lidah di saat-saat tertentu. Menahan lidah atas seorang teman adalah tidak menyebutkan aibnya kepada siapa pun juga, baik ketika yang bersangkutan hadir bersamanya atau pun tidak; tidak menanyakan hal-hal yang temannya itu tidak suka untuk mengatakannya; tidak membeberkan rahasianya kepada siapa pun juga, termasuk orang-orang terdekat; tidak menjelek-jelekkannya; dan menahan lisan dari menceritakan celaan orang terhadapnya kepadanya.
c. Janganlah mengatakan hal-hal yang tidak disukainya, kecuali hal-hal yang memang harus dikatakan dalam urusan amar ma’ruf nahi munkar, sebab tidak ada keringanan untuk diam dalam hal ini.
d. Hindarilah su’uzhan (buruk sangka) terhadap teman dan tafsirkanlah perbuatannya dengan husnuzhan (baik sangka) sebisa mungkin. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Jauhilah prasangka karena prasangka itu melupakan pekerjaan yang paling dusta.”
[Hadits shahih, riwayat Bukhari (no. 6064) dan Muslim (no. 2563)]
e. Katakanlah kecintaanmu kepada temanmu. Tunjukkanlah kecintaanmu kepadanya lewat lisanmu, sebagaimana sabda Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Jika salah seorang diantara kalian mencintai saudaranya, maka hendaklah ia menyatakannya kepada saudaranya.”
[Hadits riwayat Tirmidzi dan Abu Dawud]
Dan di antara cara menunjukkan kecintaan kepadanya ialah memanggilnya dengan sebutan yang paling disukainya. Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata: “Tiga perkara yang engkau bisa menunjukkan cintamu dengannya: memberi salam jika engkau berjumpa dengannya, memberinya tempat duduk, dan memanggilnya dengan sebutan yang paling dia sukai.”
f. Melindungi kehormatan temannya dan menolongnya ketika dia ditimpa musibah.
g. Nasihatilah temanmu dengan lemah lembut dan tutur kata yang halus ketika dia berbuat salah atau keliru, karena setiap manusia tidak lepas dari lupa dan salah.
h. Do’akan temanmu sewaktu hidupnya dan setelah matinya. Mendo’akannya seperti engkau berdo’a untuk dirimu sendiri. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:
“Do’a seorang Muslim bagi saudaranya yang tidak berada dihadapannya dikabulkan. Di sisinya ada seorang malaikat yang diwakilkan. Setiap kali dia mendo’akan suatu kebaikan bagi saudaranya, maka malaikat yang diwakilkan itu menjawab ‘Amin, dan bagimu seperti itu pula.’” (Hadits riwayat Muslim)
i. Janganlah membebani temanmu, tapi ringanlah ia. Jadilah orang yang selalu mendatangkan kegembiraan untuknya dengan membebaskannya dari semua beban dan pikiran. Lapangkan hatinya dengan memberinya semangat dan hibur dirinya ketika sedang tertimpa musibah. Dan bersikaplah tawadhu’ kepadanya.
Maka, dapat kita simpulkan bahwa teman karib yang paling baik adalah seorang mukmin, karena dengannyalah kita akan tetap istiqomah dalam meniti jalan sunnah. Sebagaimana telah diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Janganlah engkau berteman kecuali dengan seorang mukmin.”
[Hadits hasan, riwayat Abu Dawud (IV/4832) dan Tirmidzi (IV/2395)]
Demikian yaa ayyuhal ikhwah, mari kita jalin pertemanan yang dilandasi karena kecintaan kepada Allah dan semangat untuk meningkatkan keimanan dan takwa kepada Allah. Karena dua orang yang berkasih sayang karena Allah akan berakhir dengan kecintaan Allah kepada mereka.
Yaa Allah, cintakan hati kami kepada orang-orang shalih dan kumpulkan kami beserta mereka di dunia dalam keridhaan-Mu dan di akhirat dalam Surga-Mu. Amiin...
sumber : http://ibnuismailbinibrahim.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar