Seorang pemuda, yang sejak kanak-kanak telah diasuh oleh Rasulullah menjadi contoh dari pemuda teladan yang patut kita tiru, sejak kecil ia tak pernah sekalipun menyembah berhala, ia juga tak lelah untuk meminta pendidikan budi pekerti kepada Rasulullah, bahkan Beliau tahu sendiri, betapa akhlak mulia yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah.
Semenjak dewasa, akhlak Rasulullah itu tersimpan di dalam dadanya, ia adalah seorang pemuda yang pertama kali masuk Islam di saat pemuda-pemuda lain tenggelam dalam kemaksiatan, ia telah bertauhid kepada Allah, tidak hanya itu, keberaniannya juga tak patut diragukan. Pada saat Kafir Quraisy ingin menangkap Rasulullah, Ali yang menjadi tameng dengan tidur di tempat tidur yang biasa di pakai oleh Rasulullah. Beliau menyamar dengan menyelimutkan seluruh tubuhnya agar orangorang mengira dirinya Rasulullah. Pada saat orang-orang kafir tersebut menyingkap selimutnya, kagetlah mereka sebab yang tidur di tempat tidur itu bukan Rasulullah, melainkan Ali bin Abi Thalib, anak muda yang dianggap remeh itu.
Ya, sosok Ali memang fenomenal, ia adalah cerminan dari seorang pemuda yang mendapatkan naungan di hari kiamat, ketika manusia lain ditimpa oleh huru-hara yang tak pernah dijumpai sebelumnya. Lantas apa resepnya untuk mendapatkan derajat seperti itu? Tak lain keimanan yang nyata kepada Allah, bangun tengah malam untuk melakukan shalat tahajud hingga bercucuran air mata karena teringat akan dosa-dosa yang telah kita lakukan sepanjang hayat.
Seseorang akan dianggap beriman jika dia benar-benar menghayati apa yang ia yakini, tentu hal ini juga perlu dilandasi pula dengan ilmu. Mengapa jiwa kita bergetar begitu menyebut namanya, atau mendengarkan kalam-kalam Allah dibacakan? Itu tak lain kita benar-benar meresapi isi kandungan Al Qur'an satu demi satu. Mengetahui terjemahan Al Qur'an dan menghayati seandainya neraka dan surga berada di tangan kita, apakah kita termasuk dalam golongan yang selamat ataukah golongan yang terlaknat, betapa mengerikan siksa di yaumil akhir kelak, bukan karena terhanyut oleh kemerduan alunan suara.
Al Quran mencatat dengan baik, bagaimana suasana hati dari orang-orang yang beriman kepada Allah. Allah berfirman di dalam Al Qur'an,
“Sesungguhnya orangorang yang beriman ini apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatnya, bertambahlah iman mereka, dan kepada Tuhannyalah mereka bertawakkal. Yaitu orang-orang yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka" (QS. Al Anfal : 2)
Dari ayat di atas bahwa ujud nyata keimanan ini bukanlah hal-hal yang berhubungan dengan sikap fatalistik, atau berpasrah tetapi seseorang dikatakan beriman jika mampu melapangkan rezekinya yang halal dan terbaik, baik dalam keadaan sempit ataupun lapang, sanggup bersabar apabila ditimpa musibah dan bersyukur bila diberikan kelapangan rezeki, dan lain-lain kepatuhan terhadap perintah Allah.
Sumber bacaan : Qonsis
Semenjak dewasa, akhlak Rasulullah itu tersimpan di dalam dadanya, ia adalah seorang pemuda yang pertama kali masuk Islam di saat pemuda-pemuda lain tenggelam dalam kemaksiatan, ia telah bertauhid kepada Allah, tidak hanya itu, keberaniannya juga tak patut diragukan. Pada saat Kafir Quraisy ingin menangkap Rasulullah, Ali yang menjadi tameng dengan tidur di tempat tidur yang biasa di pakai oleh Rasulullah. Beliau menyamar dengan menyelimutkan seluruh tubuhnya agar orangorang mengira dirinya Rasulullah. Pada saat orang-orang kafir tersebut menyingkap selimutnya, kagetlah mereka sebab yang tidur di tempat tidur itu bukan Rasulullah, melainkan Ali bin Abi Thalib, anak muda yang dianggap remeh itu.
Ya, sosok Ali memang fenomenal, ia adalah cerminan dari seorang pemuda yang mendapatkan naungan di hari kiamat, ketika manusia lain ditimpa oleh huru-hara yang tak pernah dijumpai sebelumnya. Lantas apa resepnya untuk mendapatkan derajat seperti itu? Tak lain keimanan yang nyata kepada Allah, bangun tengah malam untuk melakukan shalat tahajud hingga bercucuran air mata karena teringat akan dosa-dosa yang telah kita lakukan sepanjang hayat.
Seseorang akan dianggap beriman jika dia benar-benar menghayati apa yang ia yakini, tentu hal ini juga perlu dilandasi pula dengan ilmu. Mengapa jiwa kita bergetar begitu menyebut namanya, atau mendengarkan kalam-kalam Allah dibacakan? Itu tak lain kita benar-benar meresapi isi kandungan Al Qur'an satu demi satu. Mengetahui terjemahan Al Qur'an dan menghayati seandainya neraka dan surga berada di tangan kita, apakah kita termasuk dalam golongan yang selamat ataukah golongan yang terlaknat, betapa mengerikan siksa di yaumil akhir kelak, bukan karena terhanyut oleh kemerduan alunan suara.
Al Quran mencatat dengan baik, bagaimana suasana hati dari orang-orang yang beriman kepada Allah. Allah berfirman di dalam Al Qur'an,
“Sesungguhnya orangorang yang beriman ini apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatnya, bertambahlah iman mereka, dan kepada Tuhannyalah mereka bertawakkal. Yaitu orang-orang yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka" (QS. Al Anfal : 2)
Dari ayat di atas bahwa ujud nyata keimanan ini bukanlah hal-hal yang berhubungan dengan sikap fatalistik, atau berpasrah tetapi seseorang dikatakan beriman jika mampu melapangkan rezekinya yang halal dan terbaik, baik dalam keadaan sempit ataupun lapang, sanggup bersabar apabila ditimpa musibah dan bersyukur bila diberikan kelapangan rezeki, dan lain-lain kepatuhan terhadap perintah Allah.
Sumber bacaan : Qonsis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar