Anas bin Malik sejak usia belianya telah mendapat talqin dua syahadat dari ibunya Al ghumaisho’, sejak itu tumbuhlah kecintaan hatinya yang bersih kepada Rasul SAW, bersemangat untuk mendengar langsung darinya, tidak heran kalau kadang telinga lebih awal merindukan dari pada penglihatan. Sudah lama anak kecil ini mendambakan bertemu langsung dengan Rasul di Mekah atau di Yatsrib sehingga ia dapat bahagia dengan pertemuannya.
Tidak berselang waktu yang lama, Yatsrib dibahagiakan oleh kedatangan Rasulullah dan sahabatnya As Siddiq yang sudah lama di damba-dambakan. Maka tidak satu pun keluarga dan hati penduduk Madinah yang tidak berbahagia. Saat itu semua pemuda menyebarkan berita setiap pagi bahwa Rasulullah SAW akan tiba di Yatsrib. Anas bin Malik bersama anak-anak yang lain yang berusaha ingin bertemu dengan Rasulullah, namun ketika belum berhasil menemuinya ia sedih.
Pada suatu pagi yang indah yang menyebarkan keharuman, masyarakat berteriak-teriak, bahwa Muhammad dan sahabatnya telah dekat dari kota Madinah, semua orang berusaha menyambut kedatangan Nabi SAW. Begitu juga anak-anak, mereka berlomba-lomba ikut menyambut Rasulullah dengan hati yang diliputi kegembiraan yang meluap-luap dan wajah yang berseri-seri, maka di antara anak-anak itu adalah Anas bin Malik. Sementara para wanita telah berada di atas rumah mereka, menunggu dan berusaha melihat wajah Rasulullah SAW. Hati mereka berkata: “Mana yang orangnya yang disebut Rasul?” Sungguh hari itu adalah hari yang bersejarah. Peristiwa ini terus dikenang oleh Anas sampai usianya hampir seratus tahun.
Belum lama Rasul tinggal di Madinah, datanglah seorang wanita bernama Al Ghumaiso’ binti Milhan menemui Rasulullah SAW bersama putranya Anas bin Malik, ia berkata:
“Wahai Rasul, tidak satu pun seorang laki-laki dan perempuan dari Anshar ini, kecuali telah memberi hadiah kepadamu, dan sesungguhnya Aku tidak memiliki apa yang dapat aku berikan kepadamu kecuali anakku ini…. maka ambillah anak ini agar dia dapat membantumu kapan Anda mau.”
Tergugahlah Rasul untuk menerimanya, beliau mengusap kepalanya dan menyatukannya dengan keluarganya. Saat itu umur Anas sepuluh tahun, saat kebahagiaannya dapat menjadi pembantu Rasul, dan hidup terus bersama Rasulullah sampai Rasul kembali kepada Allah. Adalah masa hidupnya menjadi pembantu Rasul selama sepuluh tahun.
Kondisi ini sangat dimanfaatkan oleh Anas untuk menimba langsung hidayah dari Rasul, memahami semua sabdanya, mengetahui sifat-sifatnya dan keutamaannya yang tidak dapat diketahui oleh selainnya.
Anas berkata: “Adalah Rasulullah SAW orang yang paling baik akhlaqnya, lapang dadanya, dan banyak kasih sayangnya. Suatu saat beliau menyuruhku untuk suatu keperluan, ketika aku berangkat aku tidak menuju ke tempat yang Rasul inginkan, namun aku pergi ke tempat anak-anak-anak yang sedang bermain di pasar ikut bermain bersama mereka. Ketika aku telah bersama mereka aku merasa ada seseorang berdiri di belakangku dan menari bajuku, maka aku menoleh, ternyata dia adalah Rasulullah dengan senyum beliau menegurku: “Ya Unais (panggilan kesayangan) apakah kamu sudah pergi ke tempat yang aku perintahkan?” Aku gugup menjawabnya: Ya, ya Rasul, sekarang aku akan berangkat. Demi Allah aku telah menjadi pembantunya sepuluh tahun, tidak pernah aku mendengar ia menegurku: “Mengapa kamu lakukan ini dan itu, atau mengapa kamu tidak melakukan ini atau itu?””
Dan adalah Rasulullah SAW jika memanggilnya selalu memanggilnya dengan panggilan rasa sayang dan memanjakan yaitu dengan memanggilnya dengan kata Unais atau ya bunayya.
Begitu juga Rasulullah banyak menasihatinya sampai memenuhi hati dan otaknya. Di antara nasihat-nasihatnya adalah:
“Ya bunayya jika engkau mampu setiap pagi dan sore hatimu bersih dari perasaan dengki kepada orang lain maka lakukanlah.”
“Ya bunayya sesungguhnya hal itu adalah sunnahku, barang siapa menghidupkan sunnahku maka mencintaiku, barangsiapa mencintaiku akan bersamaku di surga.”
“Ya bunayya jika engkau menemui keluargamu maka berilah salam niscaya akan menjadi keberkahan bagimu dan bagi keluargamu.”
Anas bin Malik hidup setelah wafatnya Rasulullah SAW sekitar delapan puluh tahun lebih. Dadanya dipenuhi ilmu yang langsung diambil dari Rasulullah. Otaknya tumbuh dengan pemahaman kenabian. Oleh karena itu sepanjang umurnya menjadi rujukan umat Islam, tempat umat bertanya, setiap menghadapi permasalahan sulit dan tidak diketahui hukumnya. Suatu saat terjadi perdebatan tentang keberadaan telaga Nabi nanti di hari kiamat. Maka mereka bertanya kepada Anas tentang masalah ini. Beliau menjawab: “Aku tidak mengira hidup dalam kondisi mendapatkan kalian mendiskusikan tentang telaga. Sungguh aku telah meninggalkan para wanita tua di belakangku, tidaklah di antara mereka shalat kecuali mereka berdoa agar dapat minum dari telaga nabi tersebut.”
Dan seterusnya Anas sepanjang hidupnya selalu mengenang kehidupan Rasulullah. Adalah Anas selalu riang setiap kali bertemu dengan Rasulullah, sangat sedih di saat perpisahan, banyak mengulang-ulang sabdanya, sangat perhatian mengikuti perkataan-perkataannya dan perbuatan-perbuatannya, menyenangi apa yang disenangi dan membenci apa yang dibenci, dan hari yang paling berkesan baginya karena dua peristiwa: Hari yang pertama ia bertemu dengan Rasulullah dan hari saat berpisah dengan Beliau.
Apabila terkenang hari yang pertama beliau berbahagia, dan apabila terkenang hari yang kedua terharu yang membuat orang-orang di sekelilingnya ikut menangis. Beliau sering berkata: “Sungguh saya melihat Nabi SAW pada hari pertama bersama kita, dan hari pada saat wafatnya, maka tidaklah aku melihat dua hari itu ada kemiripan. Maka pada hari saat masuk ke Madinah menyinari segala sesuatu. Dan pada hari hampir wafatnya, jadilah Madinah kota yang gelap. Terakhir aku melihat Rasulullah SAW pada hari senin ketika tabir di kamarnya di buka, maka aku melihat wajahnya seperti kertas mushaf, para sahabat saat itu berdiri di belakang Abu Bakar melihatnya, hampir-hampir mereka bergejolak kalau saja Abu Bakar tidak menenangkan mereka. Pada hari itulah Rasulullah SAW wafat, maka tidaklah kami melihat pemandangan yang sangat mengherankan dari pada melihat wajah Rasulullah SAW harus diuruk dengan tanah.”
Adalah Rasulullah SAW sering mendoakan Anas bin Malik. Di antara doanya: “Ya Allah berilah rezki kepadanya harta dan anak, dan berkahilah.” Dan sungguh Allah telah mengabulkan doanya, jadilah Anas orang yang kaya di kalangan Anshar, dan paling banyak keturunannya, sampai-sampai dia panjang umur dan hidup bersama cucu-cucunya lebih dari seratus orang. Dan umurnya mencapai seratus tahun lebih. Dan adalah Anas sahabat yang sangat mengharapkan syafaat Rasulullah SAW pada hari kiamat, sering sekali ia mengatakan: “Aku berharap dapat bertemu Rasulullah pada hari kiamat dan mengatakan kepada Rasulullah SAW, ya Rasul inilah saya yang dulu menjadi pembantumu.”
Ketika Anas sakit menjelang kematiannya, dia berkata kepada keluarganya: “Tuntunlah aku untuk membaca laailaaha Illallah.” Begitulah ia mengulang-ulangnya sampai datang ajalnya. Beliau pernah berwasiat agar tongkat kecil milik Rasul dikuburkan bersamanya, maka diletakkanlah di antara lambungnya. Selamat bagi Anas, yang telah dikaruniai oleh Allah dengan berbagai macam kebaikan. Total masa hidup Anas bersama Rasulullah SAW selama sepuluh tahun. Beliau berada di ranking ketiga di dalam meriwayatkan hadits, setelah Abu Hurairah dan Abdullah bin Umar. Semoga Allah membalasnya dan ibunya atas jasanya terhadap Islam dan kaum muslimin dengan sebaik-baik balasan.
dakwatuna.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar