“Kulli banii aadam khotho, wa khoirul khothoiinat tauwwabuna” (Tirmidhi).
Yang mengiringi sebuah kemaksiatan dan kejahatan adalah kebaikan. Maka Rasulullah mewanti-wanti kepada umatnya untuk cepat-cepat berbuat kebaikan ketika melakukan sebuah kemaksiatan. Salah satu kemuliaan ajaran Islam adalah masih memberikan ruang bagi orang-orang yang salah untuk berbuat baik, bertobat.
Menganiaya seseorang adalah kejahatan, akan tetapi menganiaya orang yang melakukan aniaya juga merupakan sebuah bentuk kejahatan. Maka Rasulullah mewanti-wanti agar kita menolong mereka yang melakukan aniaya dan yang teraniaya. Kedua-duanya!
Dalam hadits di atas, Rasulullah memberikan pesan kepada umatnya, bahwa setiap manusia mempunyai kemungkinan besar untuk melakukan kejahatan. Sangat mungkin sebuah kejahatan mudah terdengar, terlihat, serta terbaca oleh orang lain. Tampak dengan jelas! Bahkan terkadang dari sumbernya langsung! Sehingga banyak orang begitu mudah terpesona dengan memberikan label penjahat tanpa ampun kepada seseorang. Seolah-olah tidak ada ruang kebaikan yang dia miliki di hadapannya.
Padahal hadits itu masih bersambung, belum selesai. “…Dan yang terbaik dari pembuat kesalahan adalah siapa yang bertobat.” Di sinilah bahayanya! Manusia dapat melihat kejahatan seseorang dengan jelas sekali. Akan tetapi terkadang dan malah sering sekali, mereka tidak pernah dan sulit untuk melihat orang tersebut bertobat kepada Allah SWT karena kejahatannya.
Sering! Ketika seseorang mendapatkan informasi yang terlambat, dan sangat terlambat sekali akan perbuatan kejahatan seseorang, tanpa dia sadari tensi darahnya naik, mendidih. Emosinya membakar daya pikir akal sehat. Logikanya hilang ditelan gelombang marah dan sedih, serta simpati. Mendidih! Tanpa dia sadari, dia hampir terbawa oleh imajinasinya sendiri, dan lupa bahwa setiap manusia mampu melakukan taubat kepada Rabb-nya. Dia lupa bahwa setiap manusia mampu berdiri di sepertiga malamnya, menangis menyesali perbuatan yang dia lakukan.
Muncullah dugaan dan tuduhan yang terkadang terbawa oleh emosi dan informasi yang salah. Manusia lupa bahwa bisa jadi si Dia sudah mengampuni dosa-dosanya. Dia lupa bahwa bisa jadi kesalahan itu dia lakukan karena kekhilafan, dan keterbatasannya sebagai manusia. Kejahatan Gayus tidak mungkin dilawan dengan kejahatan Gayus yang ke-2. Peristiwa Priok adalah sebuah contoh kehidupan manusia, manakala kejahatan dilawan dengan kejahatan maka akan berakibat fatal.
Pantaskah kejahatan dibalas dengan kejahatan ke-2 ? Pantas! Bagi orang-orang yang ingin melampui batas. Karena itu bagi orang yang bertaqwa membalas kejahatan dengan kejahatan adalah hal yang selalu mereka jauhi.
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia. Dan (sifat-sifat yang baik itu) tidak akan dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar." (QS. Fussilat: 34-35)
“Innallaha jamil yuhibbul jamal”. Sesungguhnya Allah itu Jamil, dan mencintai kejamilan. itulah pesan Nabi kepada umatnya agar kita selalu mempersembahkan sesuatu yang paling cantik dalam hidup ini.
Muhammad Yusuf Efendi
dakwatuna.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar