Meluruskan Aqidah Sesuai Al Qur'an dan As Sunnah

Selasa, 30 September 2008

Sheikh Abdullah Azzam

"Ratusan tulisan dan pidatonya mampu menghidupkan ruh baru dalam diri ummat. Seolah-olah beliau dipilih Allah SWT untuk menegakkan kembali kewajiban yang telah dilupakan sebagian besar ummat Islam, yaitu jihad." Demikian komentar DR Dahba Zahely, cendekiawan Muslim Malaysia tentang DR Abdullah Azzam. Komentar senada juga datang dari cendekiawan dan ulama dari berbagai negara.

Sesungguhnya, Abdullah Azzam bukan hanya sosok mujahid di atas kertas dan podium, tetapi juga seorang mujahid yang gagah berani di medan tempur. Ia lahir dan besar di negeri penuh konflik, Palestina. Sejak kecil sudah dikenal sebagai anak yang pintar dan tegas. Sebelum usia akil baliq, ia sudah bergabung dengan Ikwanul Muslimin. Pada usia 20-an, bersama para pemuda Palestina ia sudah berani melawan Israel yang memiliki persenjataan canggih. Keterlibatannya langsung bertempur melawan zionis Israel, membangitkan semangatnya untuk belajar berbagai hal tentang perang.

Tidak hanya melawan Israel, tokoh kelahiran tahun l941 ini juga bertempur membantu pejuang Mujahiddin Afghanistan ketika mengusir tentara Uni Sovyet. Itu dilakukan setelah ia menyelesaikan program doktor di Universitas Al Azhar Mesir. Mulanya ia mengajar di Universitas Islam Antarbangsa di Islamabad Pakistan. Tetapi bau harum darah para syuhada Mujahiddin begitu kuat menggodanya. Akhirnya ia memutuskan bergabung dengan para pejuang Mujahiddin yang berlaga melawan Tentara Merah. Ia banyak belajar tentang jihad kepada para tokoh Mujahidin. Dan juga sebaliknya, para tokoh Mujahidin juga banyak belajar darinya. Abdullah Azzam menjadi seorang yang disegani di arena jihad Afghanistan, disamping para pemimpin Afghan sendiri.

Pada tahun 1980 ia pindah ke Peshawar. Di sana ia mendirikan Baitul Anshar, sebuah lembaga yang menghimpun bantuan untuk para mujahid Afghan. Ia juga menerbitkan sebuah media Ummah Islam. Lewat majalah inilah ia menggedor kesadaran ummat tentang jihad. Katanya, jihad di Afghan adalah tuntutan Islam dan menjadi tanggung jawab ummat Islam di seluruh dunia. Seruannya itu tidak sia-sia. Jihad di Afghan berubah menjadi jihad universal yang diikuti oleh seluruh ummat Islam di pelosok dunia. Pemuda-pemuda Islam dari seluruh dunia yang terpanggil oleh fatwa-fatwa Abdullah Azzam, bergabung dengan para mujahidin Afghan.

Jihad di Afghanistan telah menjadikan Abdullah Azzam sebagai tokoh pergerakan jihad zaman ini. Ia menjadi idola para mujahid muda. Peranannya mengubah pemikiran ummat Islam akan pentingnya jihad di Afghanistan telah membuahkan hasil yang sangat mengagumkan. Uni Sovyet sebagai negara Adidaya harus pulang dengan rasa malu, karena tidak berhasil menduduki Afghanistan.

Abdullah Azzam telah berhasil meletakkan pondasi jihad di hati kaum muslimin. Penghargaannya terhadap jihad sangat besar. "Aku rasa seperti baru berusia 9 tahun, 7 setengah tahun jihad di Afghan, 1 setengah tahun jihad di Palestina dan tahun-tahun yang selebihnya tidak bernilai apa-apa," katanya pada seuatu ketika. Ia juga mengajak keluarganya memahami dan memiliki semangat yang sama dengan dirinya. Isterinya menjadi pengasuh anak-anak yatim dan pekerja sosial di Afghanistan.

Komitmen Abdullah Azzam terhadap Islam sangat tinggi. Jihad sudah menjadi filosifi hidupnya. Sampai akhir hayatnya, ia tetap menolak tawaran mengajar di beberapa universitas. Ia berjanji terus berjihad sampai titik darah penghabisan. Mati sebagai mujahid itulah cita-citanya. Wajar kalau kemudian pada masa hidupnya dialah tokoh rujukan ummat dalam hal jihad. Fatwa-fatwanya tentang jihad selalu dinanti-nantikan kaum muslimin.

Tentu saja komitmen yang begitu besar itu telah menimbulkan keresahan di kalangan musuh-musuh Islam. Beberapa kali Abdullah Azzam menerima cobaan pembunuhan. Sampai akhirnya pada Jum'at, 24 November 1989. Tiga buah bom yang sengaja dipasang di gang yang biasa di lewati Abdullah Azzam, meledak ketika ia memarkir kendaraan untuk shalat jum'at. Sheik Abdullah bersama dua orang anak lelakinya, Muhammad dan Ibrahim, meninggal seketika. Kendaraan Abdullah Azzam hancur berantakan. Anaknya, Ibrahim, terlempar 100 meter; begitu juga dengan lainnya. Tubuh mereka juga hancur. Namun keanehan terjadi pada Sheikh Abdullah Azzam. Tubuhnya masih utuh bersandar pada sebuah tembok. Hanya sedikit darah yang mengalir dari bibirnya. Dalam peristiwa itu juga terbunuh anak lelaki al-marhum Sheikh Tamim Adnani (seorang perwira di Afghan). Sungguh beruntung orang-orang yang beriman dan beramal shaleh mendapatinya dengan wafat secara mendadak.

Kini Abadullah Azzam memang telah pulang ke rahmatullah, tetapi fatwa-fatwanya tetap hidup sepanjang masa. Cobalah renungi fatwanya berikut ini:

"Wahai kamu, anak-anak Islam! Biasakan dirimu dengan kebisingan bom-bom, peluru mortir dan pekikan senapan dan tank. Jauhilah kemewahan."

"Wahai kaum Muslimin, berimanlah dengan apa yang diimani oleh generasi pertama umat Islam, amalkan kebaikan, baca dan hafalkan al-Qur'an. Berhati-hatilah dengan apa yang kau katakan. Shalatlah pada malam hari, amalkan puasa sunat, carilah teman pergaulan yang baik dan ikutlah dalam pergerakan Islam."

"Ketahuilah bahwa pemimpin pergerakan tiada punya kuasa atas kamu untuk menghalangi kamu berjihad, atau mencegah kamu meninggalkan jihad demi menyebarkan dakwah, lantas menjauhkan kamu dari medan perang... Jangan sekali-kali minta pembenaran (lagi) kepada siapapun tentang jihad, sebab kebenarannya sudah pasti."

"Jihad tidak boleh ditinggalkan, karena Allah sendiri mengatakan bahwa jihad itu ibadah. Orang yang istiqomah berjihad diangkat tinggi derajatnya oleh Allah. Jihad adalah membebaskan manusia dari penindasan. Jihad itu melindungi martabat kita dan memperbaiki dunia. Jihad adalah jalan kemuliaan yang kekal."

Sumber: Hidayatullah
baca seterusnya ....

Jangan Matikan Cahayamu

Kalaulah diibaratkan bahwa dunia ini merupakan hutan belantara yang penuh, dengan kegelapan dan jalan yang berliku serta bercabang tidak karuan, yang jika tidak hati-hati akan tersesat dan tergelincir.
Itulah kenapa setiap orang yang masuk ke dalam hutan tak bertuan, hutan liar dan belantara, dibutuhkan 2 peralatan yang sangat penting, yaitu sebuah peta atau kompas, dan sebuah senter.

Peta atau kompas berfungsi untuk memandu arah dan jalan yang ditempuh sudah benar dan tepat. Sedangkan senter dibutuhkan untuk menjadi cahaya agar didalam berjalan tidak tersandung dan tidak terjatuh serta tidak tergelincir, yang bisa berakibat jatuh terperosok ke dalam jurang yang tak terlihat ujungnya.

Sebenarnya manusia itu sudah diberi Allah modal untuk keluar dengan selamat dari ganasnya belantara kehidupan yang makin hedonis dan materialis ini. Manusia sudah dibekali Allah dengan peta petunjuk atau kompas arah, agar didalam menempuh perjalanannya bisa tepat sesuai dengan jalan selamat yang semestinya ditempuh.

"Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu, dan penyembuh bagi penyakit-penyakit yang ada dalam dadamu, dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman." (QS. Yunus : 57)

Pada dasarnya Allah telah memberi kita sebuah peta petunjuk yang pasti benar dan pasti menyelamatkan kita dari berbagai macam kesulitan dan keputus-asaan. Jika kita mengikuti peta petunjuk Allah itu, maka kita akan selamat, sampai tujuan dan menemukan kebahagiaan dan kesuksesan.

Seperti dalam keterangan ayat diatas, yang dibutuhkan sebenarnya hanya satu, yaitu keimanan, yaitu kepercayaan. Jika kita percaya dan yakin bahwa peta petunjuk Allah itu akan menyelamatkan kita, maka insya Allah akan keluar dari belantara dengan selamat. Barang siapa menjadikan petunjuk Allah itu sebagai pedoman hidupnya, dijamin akan selamat sampai tujuan

Yang kedua, Allah juga telah memberikan kepada kita sebuah senter, sebuah cahaya, agar di dalam menapaki jalan atau menapaki peta petunjuk Allah itu bisa aman dan nyaman. Boleh jadi jalan yang kita lalui sudah benar, tetapi jika tidak menggunakan lampu untuk cahaya kita tidak tahu ujung-ujungnya akan kemana, kita tidak tahu apakah ada hambatan, batu, hewan buas, bahkan mungkin perangkap, yang akan mencelakakan kita di tengah jalan, meskipun awalnya jalan kita sudah benar.

"Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu (Muhammad saw) supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji." (QS. Ibrahim : 1)

Dalam ayat diatas jelas, bahwa peran Nabi di dalam membawa kepada cahaya dengan petunjuk Allah sangat tidak bisa dipisahkan. Jadi barang siapa yang ingin bisa menapaki peta petunjuk dengan selamat maka haruslah dengan membawa cahaya, dan cahaya itu adalah apa yang sudah dicontohkan oleh Nabi saw di dalam menerjemahkan petunjuk itu sendiri kepada kita. Maka dari itu jangan padamkan cahaya kita sendiri dengan cara mengambil petunjuk bukan dari jalur Nabi, mencontoh kebenaran bukan dari contoh Nabi, dan menetapi kebenaran bukan dari apa yang sudah diajarkan Nabi.

Dengan kata lain, kita membuat-buat sesuatu yang tidak ada tuntunannya dari nabi, hanya mengikuti hawa nafsu kita saja. Bila begitu maka kita pasti akan tersesat, karena kita sudah memadamkan cahaya kita sendiri.

Maka jelaslah bagi kita, bahwa untuk mengarungi belantara kehidupan ini kita cukup berpegang teguh kepada Al Qur’an dan Hadist, yang akan membimbing kita sampai tujuan dengan selamat.

sumber bacaan : majalah Qonsis
baca seterusnya ....

Dunia Dalam Secangkir Kopi

Syahdan, seorang raja hidup dalam kemewahan dan bergelimang harta. Ia memerintah rakyatnya dengan bijaksana, semua rakyatnya hidup dalam kemakmuran. Hingga datang seorang pemuda dari tanah seberang yang bersikap kritis dan berusaha untuk membuka celah aibnya.

"Hai Raja, kau ini mengaku telah memakmurkan rakyatmu tetapi lihat kau hidup dengan bergelimang kemewahan, bagaimana mungkin kau bisa merasakan penderitaan orang lain sementara kau sendiri sibuk memikirkan dirimu sendiri, memperkaya kantongmu dan pada akhirnya engkau akan menjadi bagian dari bahan bakar api neraka"

Raja yang bijaksana itu hanya tersenyum, anak muda ini memang belum tahu apa yang telah dilakukan oleh sang raja selama bertahun-tahun, membangun negerinya dengan cucuran keringat dan pikiran.

"Baiklah anak muda, kau menuduh aku hanya memikirkan kesejahteraan pribadi. Mari ikut aku" kata Raja tersebut. Pemuda tersebut pada akhirnya diajak untuk berjalan-jalan ke dalam istananya. Pemuda tadi berdecak kagum dengan keindahan dan kemewahan bangunannya.
"Bagaimana anak muda dengan istanaku bagus nggak?" kata sang Raja
Pemuda tadi membatin, Raja ini pasti sedang menunjukkan kesombongannya, maka segera ditegurnya sang Raja
"Hai raja, kau ini selain serakah juga sombong ya, rupanya kau mengajakku berkeliling istana hanya ingin memamerkan kekayaanmu"
"Sekarang begini saja anak muda kau akan kubawa ke tempat yang lebih bagus di sekitar istana ini, tetapi aku juga meminta tolong jaga secangkir kopi yang ada di genggaman tanganmu, jangan sampai kamu terlena dengan pemandangan sehingga kopi di genggaman tanganmu isinya berkurang atau tumpah

Karena tempatnya yang luas, pemuda tadi berkeliling istana sambil mengendarai kuda, dipilihnya kuda yang bagus dan gagah. Mulailah pemuda tadi berjalan pelan-pelan menikmati indahnya pemandangan istana, tetapi tiba-tiba kopi di genggamanannya akan tumpah karena guncangan. Pemuda tadi jadi teringat dengan pesan sang Raja agar menjaga kopinya, maka sepanjang perjalanan pemuda tadi terus menjaga agar kopi di genggamannya tidak sampai tumpah, Ia justru tidak menikmati pemandangan tadi.

Setelah perjalanan berakhir pemuda tadi ditanya oleh Sang Raja
"Bagaimana pemandangannya bukankah menyenangkan"
"Menyenangkan apanya, aku nggak sempat menikmati pemandangan itu, aku justru kau suruh untuk menjaga kopimu agar tidak tumpah"
"Itulah anak muda, akupun juga seperti itu, aku nggak sempat menikmati kemewahan istana karena seluruh pikiran dan jiwaku tercurah untuk kesejahteraan seluruh rakyatku"
Mendengar penjelasan Sang Raja, kikislah sudah buruk sangka dari pemuda tadi. (Prast)
baca seterusnya ....

Senin, 29 September 2008

Wajah-wajah yang Bercahaya di Hari Kiamat

Wudhu adalah syariat Allah yang sering kita lakukan walaupun tata caranya sangat ringkas dan praktis, tetapi di dalamnya mengandung faedah yang besar. Kelak di hari kiamat Rasulullah akan mengenali umatnya dari bekas wudhu yang terpancar dari wajah dan telapak tangannya, pada hari itu pula orang-orang kafir tertunduk sesal dengan wajah yang hitam legam.

Allah berfirman di dalam Al Qur’an :

“Pada hari (kiamat) yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): "Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu. Adapun orang-orang yang putih berseri mukanya, maka mereka berada dalam rahmat Allah (surga); mereka kekal di dalamnya.” (QS. Ali Imron : 106-107)

Rasulullah mengenali umatnya yang putih berseri karena mereka selalu menjaga wudhu. Di dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori.

"Sesungguhnya umatku akan dipanggil pada hari kiamat nanti dalam keadaan dahi dan kedua tangan dan kaki mereka bercahaya, karena bekas wudhu." (HR Bukhori).

"Tahukah kalian bila seseorang memiliki kuda yang berwarna putih pada dahi dan kakinya di antara kuda-kuda yang berwarna hitam, yang tidak ada warna selainnya, bukankah Ia akan mengenali kudanya? Para sahabat menjawab, Tentu Ya Rasulullah, Rasulullah kemudian bersabda, Umatku nanti akan datang dalam keadaan bercahaya pada dahi, kedua tangan dan kaki karena bekas wudhu mereka."(HR Muslim)

Berwudhu selain membersihkan anggota tubuh kita dari hadast kecil, tetapi juga melarutkan dosa-dosa kecil yang telah kita lakukan, Rasulullah SAW bersabda :

"Begitu seseorang berwudhu misalkan pada urutan pertama berkumur dan menghirup air, kemudian mengeluarkannya dari hidungnya melainkan keluar semua dosa-dosa dari mulut dan hidung. Kemudian jika ia membasuh mukanya menurut apa yang diperintahkan Allah, jatuhlah dosa-dosa mukanya dari ujung jenggotnya bersama tetesan air. Kemudian bila membasuh kedua tangan sampai kedua siku, jatuhlah dosa-dosa dari ujung jari-jarinya bersama tetesan air. Kemudian mengusap kepala maka jatuh semua dosa dari ujung rambut bersama tetesan air, kemudian membasuh dua kaki sampai ke mata kaki, maka jatuhlah semua dosa kakinya dari ujung jari bersama tetesan air. Maka bila ia shalat sambil memuja dan memuji Allah menurut lazimnya, dan membersihkan hati dari segala sesuatu selain Allah, maka keluar dari semua dosanya bagaikan lahir dari perut ibunya" (HR Muslim).

Kita sebagai umat Rasulullah merindukan kelak kita disapa Beliau di Hari Kiamat, hal itu bisa kita lakukan dengan menjaga wudhu atau membiasakan wudhu, tak hanya ketika akan shalat saja, tetapi dalam beberapa aktivitas ibadah seperti ketika hendak menuju masjid, ketika menyentuh mushaf Al Qur'an, ataupun ketika berangkat tidur. Para alim ulama selalu menjaga wudhu apabila batal, hal ini untuk menjaga kesuciannya dan zikirnya kepadaAllah.

Sumber bacaan : Majalah Qonsis
baca seterusnya ....

Sabtu, 27 September 2008

ISTIQAMAH

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan "Tuhan kami adalah Allah”, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (beristiqamah), maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih, dan bergembiralah kamu dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (QS. Fushshilat, 30)


Menurut istilah bahasa istiqamah berarti tetap teguh, terus-menerus, konsisten atau teguh pendirian. Maksudnya adalah sikap kemantapan dalam menjalankan perintah-perintah Allah, menjauhi larangan-Nya dan mengikuti sunnah Rasul dalam semua amalnya. lstiqamah adalah salah satu sifat atau sikap yang terpuji, dan dimiliki para nabi dan rasul serta para pengikutnya yang setia.

Seperti kita ketahui bahwa kondisi keimanan setiap orang dapat bertambah dan berkurang (yaziidu wa yanqus) dari waktu ke waktu. Jika iman sedang naik akan bersemangat dalam melakukan ibadah. Tetapi jika iman sedang menurun semangat beribadah melemah atau menjadi malas. Allah SWT dalam Al-Qur'an surah Fushshilat di atas menjanjikan sorga serta tiadanya perasaan takut dan sedih bagi mereka yang istiqamah.

Para sahabat dan tabi'in memberi pengertian atau penafsiran tentang istiqamah antara lain seperti berikut:

Abu Bakar (radliyallahu 'anhu): "Mereka tidak mempersekutukan Allah sedikitpun dan tidak berpaling kepada selain Allah. Mereka beristiqamah di atas keyakinan bahwaAllah adalah Rabb mereka"

Umar bin Al-Khaththab (radliyallahu 'anhu): "Mereka istiqamah dengan taat kepada Allah dan tidak menyimpang sebagaimana menyimpangnya serigala"

Utsman bin Affan (radliyallahu 'anhu): " Istiqamah berarti segala amal ikhlas karenaAllah"

Ali (radliyallahu 'anhu): "Mereka istiqamah dalam menjalankan kewajiban-kewajiban yang Allah perintahkan"

Ibnu Abbas: "Mereka istiqamah di atas persaksian bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah"

Mujahid dan Ibrahim An-Nakha'i: "Mereka mengucapkan la ilaha illallah dengan tidak berbuat syirik setelahnya hingga berjumpa dengan Allah".

Upaya untuk menggapai agar hati istiqamah telah banyak disampaikan para ulama di antaranya adalah:

Pertama, menempatkan cinta kepada Allah SWT di atas segala-segalanya, dapat mengesampingkan semua kepentingan dunia yang selalu melingkupi kehidupan manusia.

Kedua, mentaati atau mengutamakan perintah dan larangan Allah, misalnya menjaga waktu shalat dan melakukannya dengan khusyu'.

Ketiga, selalu berzikir atau banyak mengingat kepada Allah, bahwa Allah selalu hadir dan melihat segala tindak-tanduknya.

Keempat, bergaul dengan orang-orang saleh dan ulama, agar selalu tertarik untuk meniru jejak dan menimba ilmu dari mereka.

Kelima, rajin mengikuti majelis talim atau pengajian agar selalu terbina keimanannya.

Perlu direnungkan dengan mendalam :
“Maka tetap teguhkan pendirianmu sebagaimana yang telah engkau diperintahkan serta orang-orang yang bertobat bersamamu” (QS. Hud, 112)

Sumber bacaan: Buletin Masjid Baiturrahim
baca seterusnya ....

Jumat, 26 September 2008

Bukan Sekedar LIDAH

Pada masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid, hidup seorang ulama bernama Abdullah bin Abdul Aziz Al-Amri. Di samping sebagai ulama, beliau juga seorang abid yang banyak sujud kepada Allah SWT. Namun ibadahnya yang banyak itu, tidak mendorong niat beliau untuk ber’uzlah (mengasingkan diri) dari masyarakat. Bahkan beliau termasuk da’i pemberani dalam menegakkan amar ma’ruf dan nahyu munkar.

Alkisah, ketika Khalifah Harun Al-Rasyid sedang melakukan ibadah haji, sebagaimana lazimnya penguasa sekarang, seluruh tempat yang akan dilaluinya ditutup untuk umum. Pada saat Khalifah sedang melakukan sa'i (lari kecil) antara Shafa dan Marwah seorang diri, sambil disaksikan ribuan jamaah haji, berkatalah salah seorang dari mereka kepada ulama tadi, "Hai tuan guru, apakah boleh seorang khalifah mencegah rakyatnya beribadah kepada Allah?” Ulama itu menjawab, “Apakah kamu ingin agar aku mencegah kezaliman ini padahal kamu tidak berani melakukannya? Orang yang tidak mampu membela kebenaran adalah syetan bisu”.
Selanjutnya berangkatlah Abdullah Al-Amri ke tempat sa'i, sesampainya di dekat Shafa, kebetulan saat itu khalifah baru saja tiba di sana, berteriaklah beliau, “Haruuun ….! (tanpa menyebut jabatan khalifah). Mendengar jeritan tadi, seluruh jamaah haji –termasuk khalifah– menghadapkan wajahnya ke arah datangnya suara. Setelah khalifah tahu siapa yang memanggilnya, segera beliau menjawab, “Labbaika ya' amin.”
“Naiklah ke bukit Shafa! Lihatlah ke Ka'bah, berapakah jumlah manusia di sana?” Tanya sang ulama. “Tidak ada yang bisa menghitungnya kecuali Allah,” jawab khalifah. “Ketahuilah, setiap orang dari mereka akan diminta pertanggungjawabanmu oleh Allah atas dirimu dan seluruh rakyatmu. Lihatlah kepada dirimu! Apakah pantas engkau perlakukan umat seperti ini?” Mendengar ucapan ulama tersebut, menangislah khalifah seraya mengakui kesalahannya yang beliau lakukan.

Dari kisah di atas, dapat diambil pelajaran betapa lidah itu mempunyai peran yang sangat penting dalam menegakkan Al-Haq. Dan benarlah pepatah “Lidah lebih tajam dari pedang”. Allah SWT juga memuji orang-orang yang mengaktifkan lidahnya untuk berda'wah.

“Siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang-orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal saleh dan berkata “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri”. (Q.S 41:33)

Sebagai salah satu sarana amar ma'ruf nahyu munkar, lidah telah terbukti keampuhannya sejak dimulainya dakwah Islam oleh Rasulullah SAW. Dia ampuh untuk mengajak kepada kebaikan, juga untuk mencegah kemungkaran dan kebatilan. Sejarah telah mencatat betapa seorang nenek tua berani menegur Umar bin Khathab yang sedang berpidato di atas mimbar, karena kekeliruan khalifah dalam masalah mas kawin. Juga ketika khalifah Umar baru saja diangkat menjadi pemimpin umat, Beliau berpidato di atas mimbar, seraya berkata, “Hai manusia, apakah yang akan kalian kerjakan jika aku menyimpang dalam memimpin umat?” Kami akan luruskan penyimpangan Anda dengan pedang kami”. Inilah contoh dari keberanian umat dalam menegakkan Al-Haq.

Pada saat lidah menjadi tumpul, banyak sekali kerusakan dan kemungkaran yang ditimbulkan oleh masyarakat dan kalau kemungkaran sudah dominan, pembela Al-Haq tak akan berharga lagi. Orang-orang jujur menjadi hina. Masyarakat lebih cenderung kepada maksiat, dan kebenaran hanya menjadi permainan lidah. Yang muda durhaka dan yang tua bergelimang dosa.
Alquran hanya sebagai nyanyian dan ulama penuh dengan kemunafikan. Yang kecil tidak menghormati yang besar dan yang kaya tidak mengasihi yang miskin. Pada saat itu ilmu dikuasai orang-orang bejat dan kekuasaan dipegang oleh orang-orang tamak. Kalau yang demikian itu sudah terjadi, mungkin laknat Allah yang akan tiba sebagaimana yang terjadi pada Bani Israel dahulu.

Firman Allah:
Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israel dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka selalu durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu." (QS 5:78-79).

Dalam kaitan ayat di atas, Ustadz Sayyid Qutb menulis dalam tafsir Zhilalnya, ”Manhaj Islami menghendaki agar jamaah muslimah memiliki eksistensi yang hidup dan kokoh. Ia harus mampu menolak berbagai bentuk penyimpangan dan kemaksiatan sebelum menjadi fenomena umum di masyarakat. Ia harus kokoh membela Al-Haq dan peka terhadap gejala-gejala kebatilan. Sebagaimana manhaj tadi juga menghendaki kepada tokoh masyarakat dan agama agar melaksanakan amanah yang dibebankan dan mampu menghadapi berbagai bentuk kejahatan, kerusakan dan kezaliman, tanpa sedikit pun dihantui rasa takut kepada penguasa, kaum elit danlih berganti dengan segala kezaliman dan kebiadabannya. Sayangnya, sejarah terkadang sepi dari tokoh-tokoh Al-Haq yang akan mengimbangi bahkan mengalahkan kebatilan tersebut. Kalau dulu, ketika terjadi riddah (keluar dari agama) ada Abu Bakar Shiddiq, siapakah tokoh yang diharapkan menghadapi pemurtadan masa kini? Rasanya setiap muslim sekarang ini harus mengasahi lidahnya, agar tidak tumpul ketika menyaksikan kebenaran dikebiri dan kebatilan disanjung-sanjung."
baca seterusnya ....

Sepuluh Wasiat

Bacalah-Renungilah-Kemudian Terus Beramal
oleh Asy-Syahid Al Imam Hasan Al Bana


Apabila saudara mendengar azan, maka bangunlah bersholat dengan segera, walau bagaimana keadaan sekalipun.

Bacalah Al Quran atau tatapilah buku-buku atau pergilah mendengar perkara-perkara yang baik ataupun amalkanlah zikrullah dan jangan sama sekali saudara membuang masa walau sedikit pun dalam perkara yang tidak berfaedah.

Berusahalah seberapa daya-upaya untuk bertutur dalam bahasa Arab yang betul karena bahasa Arab yang betul adalah satu-satunya syiar Islam.

Janganlah banyak bertengkar dalam suatu perkara karena pertengkaran kosong itu tidak memberi sedikit pun kebaikan.

Janganlah banyak ketawa karena hati yang sentiasa berhubung dengan Allah itu sentiasa tenang lagi tentram.

Janganlah bergurau karena umat yang sedang berjuang itu tidak mengerti melainkan bersungguh-sungguh dalam setiap perkara.

Janganlah saudara bercakap lebih nyaring daripada kadar yang dikehendaki oleh pendengaran karena percakapan yang nyaring begitu adalah suatu sifat yang sia-sia malah menyakiti hati orang.

Jauhilah dari mengumpat-ngumpat pribadi orang dan juga jauhilah dari mengecam cacat orang lain dan jangan bercakap melainkan apa-apa yang boleh memberi kebajikan.

Berkenal-kenallah dengan tiap-tiap saudara Muslimin yang saudara bertemu dengannya sekalipun ia tidak meminta saudara berkenalan karena asas gerakan Dakwah ialah kasih-sayang dan silaturahmi

Kewajiban-kewajiban kita lebih banyak daripada masa yang ada pada kita, oleh itu bantulah saudaramu sendiri tentang cara-cara bagaimana hendak menggunakan masa dengan berfaedah dan jika saudara mempunyai tugas sendiri maka ringkaskanlah pelaksanaannya.
baca seterusnya ....

8 Kerugian Akibat Hawa NAfsu

Menahan hawa nafsu lebih mudah daripada menahan konsekuensi yang diakibatkan oleh hawa nafsu tersebut. Nafsu yang tidak terkendali menyebabkan delapan bencana.
  1. rasa sakit dan penderitaan.
  2. terputusnya nikmat yang lebih sempurna.
  3. hilangnya waktu yang dapat menyebabkan kerugian dan penyesalan.
  4. lenyap dan hilangnya harta benda, nama baik, kewibawaan dan kekayaan.
  5. tertutupnya pintu kebaikan dan dilanda kesedihan, duka cita dan penderitaan yang tidak sebanding dengan nikmatnya syahwat.
  6. melupakan ilmu yang mengingatnya lebih nikmat daripada mengumbar hawa nafsu.
  7. membahagiakan musuh dan menyengsarakan wali.
  8. memutus jalan nikmat dan mendapatkan aib yang sulit dihilangkan.
Sesungguhnya amal perbuatan mewariskan sifat dan akhlak.

Sumber bacaan :
Ibnu Qayyim al-Jauziah dalam al-Fawa’id
baca seterusnya ....

Kamis, 25 September 2008

Musafir dan Pohon Beringin

Hari sangat terik. Matahari bertengger tepat di atas kepala, menyebarkan hawa panas bagi setiap makhluk yang ada di bumi. Hari itu pula, seorang musafir sedang menempuh perjalanan jauh melewati hamparan sawah yang luas. Hawa panas yang ada membuat tubuhnya terasa terbakar, badannya kelelahan sehingga ia bermaksud mencari sesuatu untuk berteduh. Tempat yang dituju masih jauh, jadi ia perlu mengumpulkan tenaga sebelum melanjutkan perjalanan. Musafir itu terus berjalan, hingga tidak lama kemudian dijumpainya sebuah pohon beringin yang rindang dan berbuah lebat. Didekatinya pohon besar di tengah sawah itu. Kemudian dengan segera ia menurunkan tas yang tadi membebani bahu. Ia pun segera bersandar pada batang pohon beringin itu. Sambil tiduran, ditebarkan pandangan ke hamparan sawah yang ada di hadapannya.

Dadanya berdegap kagum menyaksikan buah-buahan semangka yang tersebar di sekelilingnya. Buah itu besar, seperti bola hijau yang tampak menyegarkan. Puas menyaksikan buah semangka, musafir itu mengarahkan pandangannya pada pohon beringin yang berbuah lebat diatasnya. Namun ada yang terasa aneh baginya. Pohon beringin yang sebesar itu hanya menghasilkan buah-buahan yang kecil. Demi melihat pemandangan tersebut, sang musafir berkata dalam hati, “Sungguh Allah tidak Adil. Kenapa pohon beringin yang begitu kokoh dan kuat hanya menghasilkan buah yang kecil seperti anggur. Sedangkan pohon semangka yang kecil dan rapuh mampu menghasilkan buah sebesar bola”

Setelah merenungi pohon semangka dan beringin, sang musafir pun kemudian tertidur di bawah pohon beringin itu. Belum lama ia terlelap, tiba-tiba sebutir buah beringin jatuh tepat mengenai kepala sang musafir. Kontan musafir itu terbangun karena kaget. Dipandanginya buah beringin yang baru saja mengenai kepalanya itu. Dalam hati ia berkata, "Alhamdulillah, untung buah pohon beringin ink kecil. Hufh...andai saja buah itu sebesar buah semangka, entah bagaimana keadaanya jika buah itu jatuh menimpa orang yang berteduh di bawahnya. Sungguh Allah maha adil atas segala sesuatu. Dia maha tahu atas apa yang terbaik bagi ciptaan-Nya." Ia segera mengucap istigfar berkali-kali, memohon ampun pada Allah, atas apa yang telah terbersit dalam hatinya tadi.

Betapa halus teguran Allah, betapa besar kedasyatan ciptaan-Nya yang harus kita renungi bersama. Namun sering kali kita tidak puas melihat sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan kita, padahal bisa jadi hal itu lebih baik bagi kita.

Allah dengan jelas telah berfirman:
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu ; Allah Maha Mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (Q.S Al-Bagarah : 216).

Sumber bacaan : Majalah Qonsis
baca seterusnya ....

IBNU TAIMIYAH

Nama lengkap beliau adalah Taqiyuddin Abdul Abbas Ahmad bin Abdul Salam bin Abdullah bin Muhammad bin Taimiyah Al-Harrani Al-Hambali, yang lahir pada hari Isnin, 10 Rabiul Awwal 66l H. (22 Januari 1263 M) di Harran. Ayah beliau adalah seorang alim ahli agama, seorang ulama besar dalam bidang agama Islam, yaitu Syihabuddin Abu Ahmad Halim Ibnu Taimiyah. Ayah beliau ini adalah seorang Imam Muhaqqiq yang banyak ilmunya, meninggal tahun 681H. Neneknya adalah Syeikhul Islam, Majduddin Abul Barakat Abbas Salam Ibnu Taimiyah, seorang Hafiz Hadith yang ternama.

Karena diburu oleh bangsa Monggol, maka ayah beliau pindah ke Damaskus dengan seluruh keluarganya. Di Damaskus itulah beliau mempelajari agama Islam. Guru beliau antara lain adalah ulama besar yang bernama Zainuddin Abdul Daim Al-Mukaddasi, Najmuddin Ibnu Asakir, dan seorang ulama perempuan terkenal, Zainab binti Makki, dan sebagainya yang lebih dari seratus guru lagi banyaknya.
Beliau kuat ingatan, cepat hafal, lekas faham, dan tidak bosan membaca serta tidak pernah beristirahat di dalam menambah ilmu, juga dalam perjuangannya.

Setelah ayah beliau meninggal dunia, beliau menggantikan ayah beliau mengajarkan ilmu fiqh dalam mazhab Hambali dan dalam ilmu tafsir. Pada tahun 691H. (1292 M) beliau pergi haji, dan di Kota Makkah beliau bertemu dengan banyak ulama besar. Banyak ulama yang kalah oleh beliau dalam perdebatan di dalam masalah hukum.

Karena beliau menulis sebuah kitab yang isinya tentang masalah ketuhanan yang tidak disetujui oleh para ulama, maka Ibnu Taimiyah harus meringkuk dalam penjara Mesir. Baru saja beliau bebas dari penjara, kemudian ditangkap lagi dan dipenjarakan yang kedua kalinya selama setengah tahun lagi. Di dalam, penjara yang hanya setengah tahun itu beliau berhasil menginsafkan orang yang meringkuk bersama beliau sehingga semua yang insaf itu menjadi pendukung beliau dan menjadi pengikut yang setia. (Ada sumber yang mengatakan bahwa di penjara yang kedua ini selama satu setengah tahun lagi lamanya).

Adapun isi kitab yang menyebabkan beliau di penjara yang kedua itu adalah beliau menentang ajaran Tasawwuf Ittihadiyah yang menyatakan bahwa Allah boleh hulul (bertempat) dalam tubuh makhluk. Jelasnya kepercayaan hulul ialah kepercayaan bahwa Allah bersemayam dalam tubuh salah seorang yang memungkinkan untuk itu karena kemurnian jiwanya atau kesucian rohnya. Adapun kepercayaan ittihad (Al-lttihad) ialah kepercayaan tentang Allah yang dapat bersatu dengan manusia. Apabila telah terjadi ittihad, maka orang yang bersangkutan tak sadar diri.
Hal ini mereka namakan makwu, atau sampai kepada tingkat lenyapnya zat yang fana dengan Zat Allah yang baqa. Kalau sudah sampai tingkat yang begini, maka segala yang diucapkan tidak terkena hukum syirik walaupun pada zahirnya syirik, karena orang yang mengucapkan itu sedang dalam keadaan tidak sadar atau mabuk kepayang. Di antara kaum sufi dan Guru Thariqat mempercayai melancarkan faham ini adalah Umar Ibnul Faridh dan Ibnu ‘Ath’allal.
Itulah faham sesat yang beliau tentang, tetapi beliau bahkan di penjara selama satu setengah tahun di Syam.
Baru beberapa hari keluar dari penjara yang kedua, ia ditangkap lagi dan dipenjarakan selama delapan bulan lamanya di Aleksandria, karena fatwa beliau pula yang tidak sesuai dengan faham para ulama.
Keluar dari penjara Aleksandria, beliau dipanggil oleh Sultan Nashir Qalaun untuk memberikan fatwa di muka umum. Sebabnya sampai sikap sultan demikian ialah karena sultan senang terhadap sifat terus-terang beliau. Beliau bersedia memberikan fatwa atau ceramah di muka umum, dan ternyata fatwa beliau itu menggemparkan para ulama yang bermazhab Syafi’e, namun beliau tetap dikasihi oleh Sultan. Bahkan beliau mendapat tawaran menjadi professor pada sebuah Sekolah Tinggi yang didirikan oleh Putera Mahkota.

Dalam tahun 1313 beliau diminta untuk memimpin peperangan lagi ke Syiria. Beliau diangkat menjadi professor lagi dalam sebuah Sekolah Tinggi, tetapi pada bulan Ogos 1318 beliau dilarang mengeluarkan fatwa oleh Penguasa, padahal fatwa-fatwa beliau itu diperlukan umat saat itu. Dengan diam-diam para murid beliau mengumpulkan fatwa-fatwa beliau yang cemerlang itu dan berhasil dibukukan, kemudian dicetak, yang bernama “Fatwa Ibnu Taimiyah” Alangkah sedih hati rakyat yang ternyata masih yang mencintai beliau. Mereka tetap mendatangi beliau minta fatwa-fatwa, terlebih lagi rakyat baru lepas rindunya terhadap beliau yang baru pulang ke Kota Damsyik yang beliau tinggalkan selama lebih dari tujuh tahun, dalam waktu itu beliau hidup dari penjara ke penjara.Beberapa waktu kemudian beliau ditangkap lagi dan dipenjarakan yang keempat kalinya selama lima bulan delapan hari.

Demikianlah hidup beliau, dari penjara ke penjara. Semua perkara yang dijadikan masalah telah beliau keluarkan fatwanya. Soal talak tiga di dalam satu majlis hanya satu yang jatuh, tentang beliau melarang berziarah ke Masjid atas kubur keramat kecuali Masjid Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah dan Baitul Muqaddis di Jerusalem. Juga sekitar masalah keTuhanan dan memurnikan ajaran Islam, mengamalkan ibadah yang murni menurut faham yang terdahulu, yaitu faham salaf. Juga masalah syirik dan bid’ah yang membahayakan akidah Islam beliau tentang, agar Islam kembali kepada kemurniannya seperti zaman salaf.

Yang terakhir beliau ditangkap lagi atas perintah Sultan dalam bulan Sya’ban 726 H. (Julai 1326 M) dan kemudian dipenjarakan yang kelima kalinya selama 20 bulan. Kali ini kamar tahanannya amat sempit dan bertembok tebal. Dalam kamar tahanannya itu beliau tetap menulis, karena menulis itu yang membawa kebahagiaan bagi beliau. Beliau dilarang berfatwa kemudian menulis, bahkan isi tulisannya sangat bagus.
Maka walaupun beliau hidup dalam lingkungan tembok penjara yang tebal, tetapi hati beliau tidak sedih dan tidak pula gundah. Dalam penjara inilah beliau berkata yang kemudian terkenal sampai sekarang, yaitu: “Orang yang terpenjara ialah yang dipenjara syaitan, orang yang terkurung ialah orang yang dikurung syaitan. Dan dipenjara yang sebenarnya ialah yang dipenjarakan hawa nafsunya. Bila orang-orang yang memenjarakan saya ini tahu bahwa saya dalam penjara ini merasa bahagia dan merasa merdeka, maka mereka pun akan dengki atas kemerdekaan saya ini, dan akhirnya mereka tentulah mengeluarkan saya dari penjara ini.”

Setelah petugas tahu bahwa beliau dalam penjara terus menulis, maka semua kitab dan alat-alat tulis beliau dirampas dan dikeluarkan dari kamar penjara. Itulah hukuman yang paling kejam bagi beliau. Keadaan ini beliau terima dengan hati sedih dan bercucuran air mata. Dalam penjara terakhir ini beliau bersama dengan para murid beliau yang juga dimasukkan dalam tahanan. Namun semua pengikut beliau yang ditahan itu telah dibebaskan, kecuali seorang murid beliau yang paling setia yang masih menyertai beliau dalam penjara, yaitu Ibnul Qayyim Al-Jauziyah (691-751H).

Setelah tidak boleh menulis lagi, beliau pun mengambil kitab suci Al-Quran yang tidak ikut dirampas. Beliau baca Al-Quran itu sampai penat, kemudian berzikir dan solat, membaca Al-Quran lagi bertilawat, kemudian solat dan berzikir. Demikianlah yang beliau kerjakan, sehingga sejak beliau tidak boleh menulis telah menamatkan (mengkhatamkan) membaca Al-Quran 80 (delapan puluh) kali. Dan ketika beliau membaca akan masuk ke 81 kalinya, tetapi ketika sampai kepada ayat yang artinya,” ... Sesungguhnya orang yang muttaqin itu akan duduk di dalam syurga dan sungai-sungai yang mengalir di bawahnya, di dalam kedudukan yang benar, pada sisi Tuhan Allah Yang Maha Kuasa.” Beliau pun tidak dapat meneruskan bacaannya lagi, karena jatuh sakit selama 20 hari.

Saat itu beliau telah berusia 67 tahun, dan telah meringkuk dalam penjara yang terakhir itu selama lebih dari 20 bulan lamanya, dan ketika itu sakit beliau semakin bertambah. Orang ramai tidak mengetahui bahwa beliau dalam keadaan sakit, karena yang mengurus diri beliau hanyalah Ibnul Qayyim Al-Jauziyah muridnya yang setia. Baru setelah muadzin berseru dari atas menara bahwa beliau telah pulang ke rahmatullah, berduyun-duyun orang mengerumuni gerbang penjara.

Beliau meninggal dunia hari Isnin, 20 Zul Kaedah 728 H. (26-28 September 1328 M), dalam usia 67 tahun, setelah sakit dalam penjara lebih dari 20 hari. Beliau menghembuskan nafas yang terakhir di atas tikar solatnya, sedang dalam keadaan membaca Al-Quran.

Demikianlah akibat yang dialami oleh beliau dalam memperjuangkan kebenaran, demi tegaknya agama Islam di atas dunia.

Sumber bacaan : www.daarut-tauhid.org
baca seterusnya ....

Benteng Terakhir Barshisha

Seribu satu cara untuk menggoda manusia. Itulah sumpah Iblis terlaknat dalam menjerumuskam manusia ke dalam kenistaan. Pantang mundur sebelum menang, siapa pun dihadapi. Semakin teguh yang dibujuk rayu, semakin canggih pula cara yang ditempuh. Dengan keuletan Iblis ini, jatuh pula Imam Barshisha, manusia alim tiada tara. Barshisha adalah seorang ulama, yang dikisahkan selama 200 tahun hayatnya tidak pernah berbuat maksiat, walau hanya sekejap. Diceritakan pula, berkat ibadah dan kealimannya, 9000 muridnya bisa berjalan di atas bumi. Sampai-sampai malaikat pun kagum terhadap hamba Allah yang satu ini.

Tetapi, apa kata Allah atas kekaguman malaikat kepada Barshisha, "Apa yang kamu herankan darinya ? Sesungguhnya aku lebih mengetahui dari apa yang tidak pernah kamu ketahui. Dan, sesungguhnya Barshisha dalam pengetahuanku. Pada akhir hidupnya, Barshisha yang terkenal alim itu, berbalik menjadi kafir dan masuk neraka selama-lamanya, hanya sebab minum khamr (minuman keras),” kata Allah.
Mendengar perkataan Allah ini, Iblis merasa menemukan kunci kelemahan Barshisha.

Maka datanglah Iblis ke biara Barshisha dengan menyamar sebagai orang yang alim, dengan mengenakan kain zuhudnya berupa kain tenun.
"Siapa engkau ini, dan apa maumu?" tanya Barshisha. "Aku adalah hamba Allah yang datang untuk menolongmu, dalam rangka mengabdi dan menyembah Allah," jawab Iblis. Dengan hati yang tegar Barshisha berkata, "Siapa yang hendak mengabdi kepada Allah, cukuplah Allah sandiri yang menolongnya dan bukan engkau."
Melihat mangsanya begitu tegar pendiriannya, Iblis melangkahkan jurusnya yang lain, selama tiga hari tiga malam Iblis beribadah tanpa makan, minum, dan tidur. Melihat tamunya beribadah dengan khusyu, hati Barshisha mulai goyah. la kagum atas kekhusyuan tamunya yang terus-menerus beribadah kepada Allah tiga hari tiga malam tanpa makan, minum, dan tidur. Padahal, yang sealim ini tetap makan, minum, dan tidur bila beribadah kepadaAllah.
Didorong rasa ingin tahu, Barshisha lalu bertanya kepada tamunya bagaimana dia bisa beribadah semacam itu. Iblis mengatakan bahwa ia pernah berbuat dosa, sehingga apabila dia teringat dosanya dia tidak bisa makan dan tidur.
"Bagaimana agar aku bisa beribadah seperti kamu?" desak Barshisha yang mulai terpikat taktik Iblis. Kemudian Iblis menyarankan agar sekali waktu Barshisha berbuat maksiat kepada Allah, kemudian bertobat kepadanya. Dengan demikian Barshisha akan bisa merasakan kenikmatan beribadah setelah mengenang dosanya. Kiat Iblis ini ternyata mampu menggoyahkan Barshisha. Dia bertanya kepada Iblis, "Apa yang harus aku kerjakan ?" Berzina," jawab Iblis. “Tidak mungkin, aku tidak akan melakukan dosa besar itu," bantah Barshisha. Iblis berkata, “Jika tidak mau berzina, membunuh orang aja, atau minum khamr yang dosanya lebih ringan."
Aku memilih minum khamr, tetapi di mana aku bisa mendapatkannya ?" sahut Barshisha. Pergilah ke desa ini," ujar Iblis sambil menunjukkan nama desa yang dimaksud. Atas saran Iblis, Barshisha pergi menuju desa yang dimaksud.
Di sana dia bertemu dengan seorang perempuan cantik yang berjualan khamr. Ia langsung membelinya dan langsung meneguknya. Karena tidak terbiasa, maka Barshisha langsung mabuk hingga kehilangan kontrol. Kemudian dengan nafsunya, ia memaksa perempuan penjual khamr itu untuk diajak berzina. Malangnya, saat dia memperkosa perempuan tersebut, ia kepergok suaminya, maka dipukullah suaminya hingga hampir mati.

Saat korbannya dalam kepayahan, Iblis yang menyamar sebagai seorang alim itu berubah menjadi manusia biasa. Ia melaporkan peristiwa itu ke pengadilan dengan Barshisha sebagai terdakwa. Oleh pengadilan Barshisha dijatuhi hukuman cambuk 80 kali, sebagai hukuman minum khamr. Ditambah cambukan 100 kali atas hukuman zina, dan hakim memutuskan Barshisha dihukum gantung sebagai ganti darah.

Saat Barshisha digantung itu, Iblis datar menghampirinya dan berkata, "Bagaimana keadaanmu Barshisha ?" Barshish menjawab, "Siapa yang mengikuti orang jahat, inilah akibatnya," jawab Barshisha.
"Aku sudah berupaya 200 tahun menggodamu sampai berhasil hari ini engkau digantung. Jika engkau ingin turun, aku dapat menolongmu tetapi ada syaratnya. Sujudlah kepadaku," ujar Iblis yang masih berupaya menjebloskan mangsanya.
Barshisha, yang sudah kehilangan benteng imannya berkata,
"Bagaimana aku dapat bersujud kepadamu sedang tubuhku berada dalam gantungan ?" "Tidak perlu, cukup engkau bersujud dan beriman dalam hati kepadaku," kata Iblis menegaskan.

Maka, bersujudlah Barshisha dalam hatinya menuruti saran Iblis. Matilah ia dalam kekafiran menyembah Iblis.

Sumber bacaan : Majalah Qonsis
baca seterusnya ....

Rabu, 24 September 2008

Hasan Al Banna

Hasan Al-Banna
Ulama Pendiri Ikhwanul Muslimin

Dilahirkan di Desa Mahmudiyah kawasan Buhairah, Mesir tahun 1906, sejak kecil Al-Banna sudah menunjukkan tanda-tanda kecemerlangan otak. Di usia 12 tahun, Hasan kecil telah menghafal separuh isi Alquran. Sang ayah, syaikh Ahmad Al-Banna yang ulama fikih dan hadis, terus menerus memotivasinya agar melengkapi hafalannya. Sejak itu ia mendisiplinkan kegiatannya menjadi empat tahap; siang hari digunakan untuk belajar di sekolah, kemudian belajar membuat dan memperbaiki jam bersama orang tuanya hingga sore hari, sore hingga menjelang tidur digunakannya untuk mengulang pelajaran sekolah, sementara membaca dan mengulang hafalan Alquran ia lakukan selesai shalat Shubuh. Maka tak mengherankan bila Al-Banna mencetak berbagai prestasi gemilang di kemudian hari. Pada usia 14 tahun Hasan Al Banna telah menghafal seluruh Alquran.

Al-Banna lulus sekolah dengan predikat terbaik di sekolahnya dan terbaik kelima di seluruh Mesir. Pada usia 16 tahun, ia telah menjadi mahasiswa di Darul Ulum Universitas Kairo. Selain prestasinya di bidang akademik, ia juga memiliki bakat leadership yang cemerlang. Semenjak muda Hasan Al-Banna selalu terpilih menjadi ketua organisasi siswa di sekolahnya. Pada usia 21 tahun, Al-Banna menamatkan studinya di Darul Ulum dan ditunjuk menjadi guru di Isma'iliyah.

Al-Banna sangat prihatin dengan kelakuan koloni Inggris yang memperbudak bangsanya. Masa itu adalah sebuah masa di mana umat Islam sedang mengalami kegoncangan hebat. Kekhalifahan Utsmaniyah (di Turki), sebagai pengayom umat Islam di seluruh dunia mengalami keruntuhan. Umat Islam mengalami kebingungan. Sementara kaum penjajah mempermainkan dunia Islam dengan seenaknya. Bahkan di Turki sendiri, Kemal Attaturk memberangus ajaran Islam di negaranya. Satu di antara penyebab kemunduran umat Islam adalah bahwa umat ini bodoh terhadap ajaran Islam.

Kenyataan demikian yang membuat Al-Banna bergerak riil, khususnya dalam bidang dakwah. Dakwah Al-Banna dimulai dengan menggalang sekelompok orang. Ia lalu berdakwah di kedai-kedai kopi. Hal ini dilakukannya teratur dua minggu sekali. Tak sia-sia, dakwahnya mendapat sambutan luas di kalangan umat Islam Mesir. Tercatat kaum Muslimin mulai dari golongan buruh/petani, usahawan, ilmuwan, ulama, dokter mendukung dakwahnya.

Saat berdakwah, ia lebih suka menyebutkan ''wahai umat manusia'' --yang mengacu pada seluruh umat tanpa memandang perbedaan ras, kebangsaan, bahkan agama-- ketimbang menyeru dengan kata-kata ''wahai bangsa Arab'', atau ''wahai kaum Muslimin''. Bersandar pada nilai-nilai universal, masalah jarak tak lagi jadi kendala. Kecintaannya yang universal pada nilai-nilai kemanusiaan dan komitmennya pada ukhuwah Islamiyah mendorong Hasan Al-Banna mendirikan Komite Solidaritas bagi Kemerdekaan Indonesia. Ia sendiri yang menjadi ketuanya. Ketika udara kebebasan berhasil dihirup bangsa Indonesia, sejumlah tokoh Indonesia pun bersilaturahmi menyampaikan terima kasihnya atas dukungan Al-Banna dan Ikhwanul Muslimin (IM), organisasi pergerakan yang didirikannya. Mereka, antara lain H Agus Salim, Syahrir, Nazir Pamoentjak, Dr HM Rasyidi, dan M Zein Hassan, menemui Hasan Al-Banna di Kairo.

Di Ismailiyah beliau semakin mengerti suasana rakyat Mesir yang telah sempurna rusaknya. Amat nyata perbedaannya antara kehidupan bangsa Mesir yang menjadi pekerja kasar dengan rumah serta perkampungan yang buruk; dengan kehidupan orang-orang kulit putih yang menempati gedung-gedung megah dengan segala keangkuhannya. Kecuali kemiskinan dan kebodohan, rakyat juga banyak yang rusak moralnya Karena pengaruh kehidupan Barat yang sengaja direka oleh kaum penjajah untuk menghancurkan rakyat Mesir dari segi yang lain.

Dalam suasana yang demikian itulah Hasan Al-Bana mendirikan suatu jemaah yang dinamakan “Al-lkhwanul Muslimin” (Persaudaraan orang-orang Muslim) pada bulan Dzul Kaedah 1347 Hijrah (Mac 1928) yang bertujuan untuk mewujudkan cita-cita Sayid Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh. Semangat kedua beliau itulah sebagai rantai yang menyambung kepada cita yang diinginkan oleh Hasan Al-Bana beserta kawan-kawannya di dalam membentuk organisasi tersebut.

Adapun khithah gerakan lkhwanul Muslimin yang menuju cita yang dirodhai Allah berdasarkan Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW itu melalui tahapan yakni:
1. Membentuk peribadi Muslim
2. Membentuk rumahtangga dan keluarga Islam
3. Cara hidup kampung Islam
4. Menuju kepada negeri Islam
5. Menuju kepada pemerintahan Islam.

Gerak Ikhwanul Muslimin meliputi segala bidang dakwah, mulai pendidikan terhadap anak-anak, pelajaran Al-Quran bagi orang dewasa, pendidikan keluarga, bidang sosial walaupun nampaknya sederhana sekalipun, dari kampung-kampung sampai kepada Universitas di kampus-kampus, mulai artikel sampai penerbitan buku dan majalah-majalah, sampai kepada urusan politik dalam amar makruf nahi mungkar, dan sebagainya.

Sampai kepada Muktamar Ikhwanul Muslimin yang ketiga tahun 1934, tampak tokoh-tokoh intelektual dan para ulama terkenal yang menjadi anggota dan pendukung Ikhwan, seperti Syekh Thanthawi Jauhari, seorang ahli tafsir terkenal dan Guru Besar. Kemudian Sayid Quthub, Dr. Abdul Qadir Audah, seorang Hakim terkenal, dan juga Dr. Hasan Al-Hadlaiby, dan sebagainya.

Syeikh Hasan Al-Bana bersama kawan-kawannya tidak mampu berdiam diri menghadapi kekuasaan Raja Farouk yang telah tenggelam dalam kemabukan, rasuah, dan sewenang-wenang. Perbedaan pendapat, perselisihan, dan akhirnya pertentangan dengan penguasa yang aniaya dan dibantu oleh kekejaman penjajah Inggeris tidak dapat dihindarkan.
Tentu saja penyokong Kerajaan bekerja keras untuk dapat mengawasi gerak-gerik para anggota Ikhwanul Muslimin. Kaum Imperialis Inggeris pula di dalam mencelakakan Ikhwanul Muslimin mempunyai peranan yang sangat besar.

Akhirnya pada pagi hari tanggal 13 Februari 1949 beliau memanggil puteranya. Kemudian beliau bercerita kepada puteranya itu bahwa semalam beliau bermimpi merasa dikunjungi Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Ali bin Abi Thalib berkata kepada beliau: “Wahai Hasan, kamu telah menunaikan kewajiban, semoga amalmu diterima oleh Allah.”
Kemudian pada petang harinya, beliau meninggalkan rumah bersama kawan-kawan seperjuangan pergi menunaikan tugas. Tiba-tiba beliau ditembak oleh seorang anggota Polis kakitangan Raja Farouk, dan tersungkurlah beliau di tepi jalan Kairo, dan beliau menemui syahidnya setelah sampai di hospital.

Beliau meninggal dunia karena ditembak di pinggir jalan raya, dan tidak diketahui siapa pembunuhnya.
Jenazah beliau hanya disolatkan oleh ayah beliau sebagai Imam dan anak lelaki beliau sebagai makmum. Hanya dua orang. Karena di sekeliling rumah beliau dijaga ketat oleh laskar negara untuk melarang siapapun masuk rumahnya memberikan penghormatan terakhir kepada beliau.
baca seterusnya ....

Sedekah Tubuh

IMAM Ja’far Al-Shadiq As berkata, “Sedekah itu wajib dilakukan setiap anggota tubuhmu, untuk setiap helai rambutmu, dan untuk setiap saat dalam hidupmu.”

Sedekahnya mata berarti memandang dengan penuh pertimbangan dan memalingkan penglihatan dari nafsu dan hal-hal serupa itu.

Sedekahnya telinga adalah mendengarkan suara-suara yang baik, seperti ucapan bijak, ayat-ayat Al-Qur’an, dan keutamaan agama yang terkandung dalam ceramah dan kotbah. Sedekahnya telinga juga berarti menghindari dusta, kepalsuan dan perkataan-perkataan sejenis.

Sedekahnya lidah adalah memberikan nasihat yang baik, membangunkan mereka yang lalai, memuji orang lain, dan mengingatkan mereka.

Sedekahnya tangan berarti menginfakkan harta kepada orang lain, bermurah hati dengan karunia Tuhan kepadamu, memakai jemarimu untuk menuliskan pengetahuan yang berguna bagi orang lain dalam ketaatan kepada Tuhan, dan juga berarti menahan tanganmu dari berbuat dosa.

Sedekahnya kaki berarti bergegas mengunjungi orang-orang saleh, menghadiri majelis-majelis ilmu, mendamaikan orang, menyambungkan silaturahim, melaksanakan jihad, dan melakukan perbuatan-perbuatan yang menenteramkan hatimu dan memperkuat imanmu.”

Kastam Slangor
baca seterusnya ....

3 Orang yang Tertipu

3 Orang yang Tertipu

Imam al-Ghazali mengatakan ada manusia yang tertipu oleh keadaan, ilmu, dan amal yang dilakukannya. Mereka yang ter­tipu bukan hanya orang abid (banyak ibadah), tetapi termasuk orang yang alim (berilmu).

Pertama, orang yang mempelajari ilmu agama dan ilmu lain, tetapi ia tidak mengamalkan ilmunya. Ilmu tidak mendekatkan dirinya kepada Allah, menjauhkannya dari yang haram, dan membentuknya berakhlak mulia. Ilmu yang dimiliki orang tersebut tidak berharga karena tidak membuahkan amalan yang baik.
Pemilik ilmu ini termasuk orang pertama dan paling berat men­dapat azab Allah di akhirat. Nabi bersabda, "Orang yang paling berat mendapat azab Allah adalah orang yang alim (berilmu), tetapi Allah tidak memberikan manfaat kepadanya melaluinya. la salah seorang dari tiga golongan orang yang dikabarkan Nabi yang pertama merasakan azab api neraka." (Al-Hadis).

Kedua, orang yang banyak beribadah dan berupaya membe­ratkan diri melakukan amalan lahir, seperti memperbanyak shalat sunat dan puasa sunat. Namun, ia mengabaikan penelitian terhadap hati dan menyucikan hatinya dari berbagai penyakit hati, seperti iri, dengki, riya, dan sombong.
Penyakit batiniah bukan hanya membuat amalnya tidak bernilai tetapi juga merusak dirinya. Padahal, Islam ingin mewujudkan keseimbangan antara amalan lahir dan batin, ibadah yang banyak dan berkualitas serta kesucian hati. Nabi bersabda, "Sesungguh­nya Allah tidak melihat kepada bentuk rupamu dan harta yang kamu miliki, tetapi la melihat kepada hati dan amalmu." (Al-Hadis).

Ketiga, orang yang beribadah kepada Allah dengan penuh kehati-hatian, tetapi sikapnya tersebut sampai pada batas menyulitkan dirinya. Sikap hati-hati memang dianjurkan Islam, tetapi tidak boleh sampai menyulitkan. Sebab, Allah menginginkan ke­mudahan kepada umatnya dalam pelaksanaan Islam, seperti firman-Nya, "Allah menginginkan kemudahan kepadamu, dan Ia tidak menginginkan kesulitan terhadapmu." (QS 2: 185).
Kehati-hatian yang berlebihan tampak pada orang yang dihing­gapi rasa waswas oleh godaan setan ketika berwudhu. Orang itu berkumur-kumur berulang kali dan menggosok dengan keras ketika air wudhu mengenai kulitnya. Orang yang berwudhu seperti ini tertipu oleh amalnya karena Islam tidak menuntut seperti itu. Yang penting basuhan air wudhu cukup apabila telah membasahi anggota wudhu.
Alangkah baik kehati-hatian yang berlebihan ketika berwudhu dipakai dalam mencari rezeki halal. Dalam Islam mencari rezeki halal mempunyai kedudukan yang penting. Menggunakan rezeki halal untuk dikonsumsi turut menentukan keberkahan hidup Muslim. Dan, pengabulan doa hamba oleh Allah terkait erat dengan rezeki yang dikonsumsinya.

Nabi bersabda, "Seorang laki-laki yang telah jauh perjalanannya, berambut kusut, penuh dengan debu, dia menengadahkan kedua tangannya ke langit dan berkata, 'Wahai Tuhanku, wahal Tuhanku,' sedangkan makanan, minuman, dan pakaiannya haram, serta dikenyangkan dengan barang haram, maka bagaimana akan dikabulkan permintaannya (doanya)."(HR Muslim)
baca seterusnya ....